"Namanya raperda itu bukan reklamasi sekali lagi. Izin reklamasinya menguruknya. Raperda ini hanya menata ruang kalau sudah jadi daratan," ujar Sanusi di PN Tipikor Jakarta Pusat, Jl Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakpus, Senin (26/9/2016).
Sanusi mencontohkan beberapa penataan ruang yang diatur dalam raperda. Seperti area yang diizinkan untuk pembangunan rumah, apartemen dan area komersil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sanusi juga mengatakan seharusnya belum ada bangunan di pulau G milik Chairman PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan. Apabila tak ada pembahasan lengkap dengan eksekutif dan legislatif untuk izin mendirikan bangunan di pulau reklamasi, Sanusi menganggap itu pelanggaran.
"Itu nggak boleh. Kalau raperda itu pembahasannya kan normatif, raperda itu (pembahasannya) terbuka. Semua orang boleh masuk, setiap orang persetujuan bersama antara eksekutif dan legislatif. Nggak boleh eksekutif sendiri, nggak bisa dipaksakan. Kalau kemudian membangun itu tidak ada urusan dengan raperda, itu pelanggaran," kata dia.
Nilai NJOP tanah reklamasi akan berpengaruh terhadap nilai jual aset di atas lahan reklamasi. Sebenarnya, pengembang memang tidak diperbolehkan melakukan pembangunan di atas tanah reklamasi sebelum IMB keluar. IMB baru bisa dikeluarkan setelah Perda Zonasi dan Tata Ruang diteken.
Saat menjadi saksi untuk Sanusi 7 September lalu, Bos Agung Sedayu Group itu mengakui dirinya telah melakukan pembangunan di pulau D yang kini telah disegel Pemprov. Aguan beralasan, pihaknya sudah lama mengurus IMB, namun tak kunjung disetujui.
"Pembangunan Pulau D baru 1%, kami sudah mengurus IMB sejak 2014, tapi tidak juga turun karena harus menunggu Perda," ujar Aguan waktu itu. (rni/Hbb)











































