"PR kita mengenai pelanggaran HAM di masa lalu, termasuk di dalamnya kasusnya Mas Munir juga ini perlu diselesaikan," ucap Presiden Jokowi dalam pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (20/9/2016).
Jokowi tak merinci upaya yang akan dilakukannya untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu itu, sampai akhirnya pertemuan itu berlangsung tertutup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya meminta Presiden membentuk tim kepresidenan untuk menyelesaikan kasus Munir, untuk membuka kembali kasus Munir. Atau paling tidak membentuk tim khusus di Mabes Polri untuk menyelesaikan kasus Munir," ucap Al Araf usai pertemuan.
"TPF kami minta dibuka dan mlakukan pembentukan tim baru untuk menyelesaikan kasus Munir, juga meminta Jaksa Agung agar mengajukan PK dalam menyelesaikan kasus Munir," imbuhnya.
Selain penyelesaian kasus Munir, kasus pelanggaran HAM masa lalu lainnya, Al Araf meminta Presiden untuk merealisasikan rencana pembentukan pengadilan HAM ad hock yang sudah lama menjadi wacana.
"Khususnya pembentukan pengadilan HAM ad hoc kasus orang hilang karena kan sudah ada rekomendasi DPR. Kami hanya menyampaikan sebatas masukan, nanti akan diinput tim kepresidenan untuk peta hukum dan jalan hukum," ucapnya.
Pakar/praktisi yang diundang dalam pertemuan itu adalah Prof Harjono, Prof Maruarar Siahaan, Prof Saldi Isra, Dr Refly Harun, Dr Zainal Arifin Mochtar, Porf Mahfud MD, Prof Yohanes Usfunan, Prof Sidharta, Prof Yunus Hussein, Prof Yenti Garnasih, Prof Eddy OS Hiariej.
Dr Todung Mulya Lubis, Dr Asep Iwan, Chandra Hamzah, Prof Nindyo Pramono, Prof Ningrum Sirait, Fikri Assegaf, Rambun Tjatjo, Nursyahbani Katjasungkana, Al Araf, Gianjar Bondan, dan Binziad Qadhafi. (bal/fdn)