Ketika keluar dari Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (20/9/2016) sekitar pukul 22.50 WIB, Syafriyudin mengaku kelelahan. Ia enggan bicara banyak kepada awak media.
"Saya capek, Pak. Istirahat dulu ya. (Tadi) Diminta keterangan saja (oleh penyidik)," ujar Syafriyudin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amran merupakan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Kementerian PUPR. Dia telah ditahan KPK pada Selasa, 22 Agustus lalu.
Pada hari sebelumnya, KPK juga memeriksa Hadiruddin Haji Saleh yang merupakan Dirut PT Hijrah Nusatama. Diduga perusahaan ini ialah milik kakak tersangka Amran HI Mustary.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha mengatakan bahwa KPK akan terus mendalami proyek pembangunan dan renovasi yang ada di Maluku Utara. Menurutnya kasus ini dapat berkembang tergantung pemeriksaan yang masih dilakukan.
"Jadi yang didalami adalah proyek-proyeknya yang dilakukan itu ada unsur dugaan tindak pidananya atau tidak. Kemudian ini juga berkaitan dengan upaya pendalaman dan juga pengembangan kasus. Jadi sejauh apa nanti bisa dikembangkan tergantung hasil pemeriksaan hari ini juga beberapa hari ke depan," kata Priharsa.
Pada April 2016, KPK telah menetapkan Andi Taufan Tiro bersama Amran HI Mustary. Amran merupakan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Kementerian PUPR. Dia telah ditahan KPK pada Selasa, 22 Agustus lalu.
Kasus yang menjerat Andi berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Damayanti Wisnu Putranti sebagai anggota Komisi V DPR RI.
Damayanti ditangkap pada Rabu, 13 Januari lalu, karena menerima uang dari Abdul Khoir yang merupakan Direktur PT Windu Tunggal Utama (PT WTU). Selain itu, KPK juga menangkap 2 kolega Damayanti yaitu Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin.
Keempat tersangka tersebut telah duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta. Malahan, Abdul Khoir telah divonis 4 tahun penjara. Kemudian, KPK mengembangkan penyidikan perkara tersebut dan kembali menjerat anggota Komisi V DPR atas nama Budi Supriyanto pada Maret 2016. Sementara Andi disangka menerima suap dari Abdul Khoir sebesar kurang lebih Rp 7 miliar.
Uang Rp 7 miliar itu merupakan akumulasi dari fee proyek proyek peningkatan ruang jalan Wayabula-Sofi sebesar Rp 4,2 miliar dan fee proyek pembangunan ruas jalan Wayabula-Sofi sebesar Rp 2,8 miliar. Namun saat bersaksi di PN Tipikor Jakarta, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Andi menyangkal soal penerimaan uang tersebut. (hri/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini