Komisi III DPR Undang DPRD Riau Bahas Kebakaran Hutan

Komisi III DPR Undang DPRD Riau Bahas Kebakaran Hutan

Bisma Alief - detikNews
Selasa, 20 Sep 2016 19:14 WIB
Foto: Rapat komis III/ Bisma detikcom
Jakarta - Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melanda Riau menjadi perhatian khusus Komisi III DPR RI. Komisi III hari ini memanggil DPRD Riau dan beberapa LSM untuk membahas hal tesebut.

Dalam sambutannya, Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman, mengatakan Komisi III memutuskan untuk membuat Panitia Kerja (Panja) pengawasan Karhutla sesuai keputusan pleno pada 22 Agustus 2016. Panja dianggap penting karena masalah Karhutla dampaknya besar untuk hukum dan sosial.

"Komisi II pada 30 Juli hingga 2 Agustus 2016 lalu telah melakukan kunjungan ke Riau. Berdasarkan data, kawasan hutan di Riau jumlahnya 4,2 juta hektar, yang ada izinnya 1,2 juta hektar sedangkan yang tanpa izin ada 2,3 juta hektar. Itu data yang kami dapat," kata Benny saat membuka rapat membahasa Karhutla di Ruang Rapat Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (20/9/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, keluarnya SP 3 dari Polri kepada 15 perusahaan di Riau, dianggap tidak jelas alasannya, malahan terkesan dilakukan secara diam-diam. Bahkan penjelasan yang dikeluarkan oleh Kapolri pada rapat tanggal 6 September 2016, terkait SP3 yang keluarkan, dianggap mengada-ngada.

"Penjelasan Kapolri pada rapat tanggal 6 September 2016, SP3 sudah dikeluarkan terhadap kasus Karhutla oleh Polda Riau sebanyak 15 kasus. Ini menarik karena alasannya yang disampaikan antara lain perusahaan-perusahaan ini ternyata ada yang sudah tutup. Kan agak aneh perusahaan sudah ditutup dinyatakan tersangka," ujar Benny.

Sementara, Wakil Ketua DPRD Riau yang hadir dalam rapat bersama Komisi III, Noviwaldy Jusman, mengatakan bahwa luas hutan di Riau tiap tahun semakin berkurang. Dari 5,4 juta hektar luas hutan Riau, kini tinggal tersisa 1,8 juta hektar. DPRD Riau sudah membuat Panitia Khusus (Pansus) monitoring lahan untuk mencari penyebab utama terjadi Karhutla.

"Penyebab utamanya adalah ada beberapa perusahaan yang menggunakan lahan diluar izin yang diberikan. Kami sudah laporkan ke kejaksaan, polda dan ke Medan untuk ke pangdam. Kami juga lapor ke pusat. Ke BIN, mereka merespon dan KPK juga merespon," kata Novi.

Sementara itu, Ketua Pansus Monitoring Izin dan Lahan sekaligus Ketua Komisi A DPRD Riau, Hazmi Setiadi, mengatakan ada 571 perusahaan di Riau. Dari 571 perusahaan, 513 perusahaan bergerak di kelapa sawit, sedangkan sisanya 58 bergerak dibidang industri. Dari 513 perusahaan kelapa sawit, 225 memiliki pabrik pengolahan kepala sawit, 104 perusahaan terkoneksi dengan kebun dan 121 perusahaan tidak memiliki kebun.

Dirinya juga menawarkan beberapa rekomendasi agar kebakaran hutan di Riau yang terus berulang tidak kembali terjadi. Salah satu rekomendasinya adalah melakukan moratorium pemberian izin peekebunan sawit.

"Kedua adalah berikan kelebihan 2,2 juta hektar hutan yang masih bisa diselamatkan, dilepas dari kawasan hutan dan diberikan izin kepada perusahaan lalu berikan HGU dan tagih pajaknya. Ketiga adalah kembalikan fungsi lahan 2,2 juta hektar yang ada," kata Hazmi.

Pengamat lingkungan dari Wahli, Zenzi Suhaidi, mengatakan ada faktor yang membuat mengapa banyak kebakaran hutan di Riau adalah karena pengusaha tidak mau mengeluarkan biaya besar untuk mengubah lahan gambut menjadi lahan yang bisa ditanami. Karena untuk mengubah lahan gambut yang memiliki tingkat keasaman tinggi menjadi lahan yang bisa ditanami harus mengeluarkan uang Rp 30 juta per hektar.

"Untuk menghilangkan tingkat asam yang tinggi pada lahan gambut, maka perusahaan memilih untuk membakar hutan. Karena bila dengan cara yang legal, paling tidak per hektarnya mereka harus mengeluarkan uang Rp 30 juta. Sedangkan dengan membakar, abu hasi pembakaran bisa digunakan untuk menurunkan kadar asam lahan gambut," ujarnya.

Rapat pembahasan Karhutla di Riau rencananya akan dilanjutkan pada Kamis (22/9) besok oleh Komisi III DPR RI bersama dengan Menteri Kementerian Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pukul 14.00 WIB. (rvk/rvk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads