Dalam aksinya, Suhendra bekerja bersama Novriansyah dan Yuliana. Modus yang dilakukan kedua terdakwa bersama pelaku lain adalah berpura-pura menyewa kendaraan, lalu pemilik kendaraan dibunuh.
Salah satunya saat menyewa Daihatsu Grand Max BG 9623 ND milik Sidik Purwanto dengan alasan untuk mengangkat barang pindahan pada 2013. Suhendra dan Novriansyah mendatangi rumah Sidik di Palembang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu dilakukan lagi dengan target Somali. Mereka kembali pura-pura akan menyewa truk Nopol BG 8216 UK. Somali tanpa curiga mempersilakan truknya disewa dan ikut perjalanan yang belakangan malah diculik ke rumah Novriansyah. Di rumah itu, nyawa Somali dihabisi dengan sadis. Jenazah korban dimasukan ke karung dan dibuang ke Sungai Komering.
Setelah membunuh korbannya, mereka menjual kendaraan dan uangnya dibagi-bagi.
Aksi begal maut itu terungkap saat Yuliana terjaring razia di sebuah kafe di Lingkar Pangkalan Kerinci pada Desember 2013. Dari pengakuan Yuliana, terungkaplah kejahatan berat tersebut. Komplotan itu diringkus dan diadili dengan berkas terpisah.
Pada 18 Juni 2015, Pengadilan Negeri (PN) Palembang menjatuhkan hukuman mati kepada Suhendra. Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Palembang. Suhendra tidak terima dan mengajukan kasasi. Apa kata MA?
"Menolak permohonan kasasi dari Suhendra alias Hendra," putus majelis sebagaimana dilansir website MA, Jumat (16/9/2016).
Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Dr Andi Abu Ayyub Saleh dengan anggota hakim agung Margono dan Wahidin. Ketiganya menilai putusan PN Palembang dan PT Palembang sudah tepat dan benar.
"Putusan judex facti tidak bertentangan dengan hukum dan/atau UU," putus majelis pada 26 Januari 2016. (asp/kha)











































