Fokus pembahasan dalam pertemuan yang dihadiri para anggota parlemen se-ASEAN tersebut adalah Peran Parlemen dalam Mengawasi Sektor Keamanan (Security Sector Governance/SSG). Dalam forum ini, hadir sebagai delegasi dari Indonesia mewakili parlemen adalah Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais dan juga Gubernur Lemhannas Letjend (Purn) Agus Widjojo mewakili pemerintah.
"Di era demokrasi seperti sekarang, dalam pertemuan tersebut, semua negara ASEAN sepakat bahwa aparatur sektor keamanan, baik itu TNI maupun Polisi yang profesional adalah kunci dari tata kelola penyelenggaraan bernegara yang baik, transparan dan akuntabel," kata Hanafi dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (16/9/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Salah satu poin penting yang dibahas dalam workshop itu adalah perwujudan aparatur sektor keamanan yang profesional, yaitu dengan tidak melibatkan TNI dan Polisi yang masih aktif dalam politik praktis. Secara prosedural, semua negara peserta workshop sepakat dengan pemisahan ini. Namun diakui pula bahwa tantangannya adalah masih banyak ditemukan bentuk-bentuk politisasi dari dan terhadap militer maupun polisi, sehingga tetap membutuhkan keberlanjutan reformasi sektor keamanan.
Hanafi mengatakan dalam mengoptimalkan peran pengawasan parlemen terhadap sektor keamanan, ada 3 hal pokok yang dijadikan parameter, yaitu: (i) seberapa besar otoritas parlemen dalam mengawasi sektor keamanan; (ii) seberapa berkualitas parlemen mempunyai kemampuan untuk mengawasi; dan (iii) seberapa tegas sikap parlemen dalam mengawasi sektor keamanan.
"Mengutip hasil kajian Institute of Strategic and International Studies (ISIS) Malaysia dalam forum ini, dengan segala plus-minusnya, Indonesia dipandang sebagai satu-satunya negara di ASEAN yang pantas dijadikan rujukan dalam melakukan reformasi di sektor keamanan. Dalam sesi country-group discussion, Indonesia tercatat sebagai negara dengan skor tertinggi dalam konteks kemajuan SSG dan menjadi best practice untuk Asia Tenggara," tutur Waketum PAN ini.
![]() |
Terkait penanganan terorisme, Hanafi melanjutkan, dibahas juga bahwa militerisasi dalam pemberantasan terorisme bukan opsi utama, dan pengawasan oleh parlemen dan masyarakat adalah keharusan. Dalam workshop itu, Hanafi menyatakan bahwa menanggulangi terorisme tetap harus menegakkan sistem peradilan yang berlaku. Indonesia belum sampai pada tahap perang seperti halnya di Suriah atau Irak.
"Solusi penanganan gerakan terorisme lebih difokuskan pada penguatan dan pemberdayaan masyarakat sipil untuk melakukan pencegahan. Strategi ini dianggap efektif dan efisien dilihat dari sisi pendanaan," ujar Wakil Ketua Pansus RUU Terorisme ini.
(tor/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini