Penangkapan kedua tersangka berawal dari penangkapan 3 kapal di wilayah Kepulauan Natuna pada 16 April, 29 Juli dan 29 Agustus 2016 lalu. Penangkapan ini atas kerja sama Polri, Kementerian Keuangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Bea Cukai.
Dari tiga kapal tersebut disita amonium nitrat sebanyak 166 ton. Kapal ini diketahui tidak memiliki dokumen resmi, seperti dokumen pengangkutan dan lain-lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Foto: Jumpa pers penangkapan tersangka (Arief Ikhsanudin/detikcom) |
Pernyataan tersebut disampaikan Brigjen Agung dalam jumpa pers di kantor Bareskrim di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Jumat (16/9/2016). Dia didampingi Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Divisi Humas Polri, Brigjen Agus Rianto.
Dijelaskan Agung, ketiga kapal tersebut saat diperiksa tidak memiliki dokumen-dokumen resmi.
"Ada aturan untuk memasukkan bahan peledak. Tiga kapal itu masuk secara ilegal tidak ada dokumen pengangkutan dan memasukkan bahan peledak. Amonium nitrat merupakan bahan peledak tunggal, kemudian sindikat ini kita telusuri dikelola di Batam, melalui pengambilan di Malaysia kemudian masuk ke Indonesia," ucapnya.
"Sindikat ini menentukan kapal mana yang akan dibawa, setelah ABK-nya ada, kemudian ditentukan kapan hari H berangkat, kapan kembali dan rute mana yang akan diambil. Mereka berlayar mulai dari Malaysia kemudian ke Laut Jawa, masuk ke Kepulauan Kangean Madura, Sumbawa, Flores, Muna, Bonerate, Bau Bau dan Pangkep," sambungnya.
Foto: Jumpa pers penangkapan tersangka (Arief Ikhsanudin/detikcom) |
Agung mengatakan, di sepanjang jalur yang dilalui sindikat ini, karang sudah banyak yang hancur. Sindikat ini memasok bahan peledak kepada para nelayan untuk menangkap ikan.
"Di sepanjang jalur pelayaran mereka karangnya sudah hancur karena nelayan bergeser dari menangkap ikan dengan jaring ke menangkap dengan bom. Para tersangka sudah melakukan ini sejak 2010, mereka mengambil dari Pasir Gudang, Malaysia," ucap Agung.
Bareskrim kemudian melakukan pengembangan usai penangkapan 3 kapal ilegal tersebut. Dari sinilah kemudian tersangka T dan Y diringkus.
"Penangkapan dilakukan 9 September, Y di Batam dan T di Muna, Sulawesi Selatan," ujar Agung. "Y dan T adalah otak penyelundupan 3 kapal. Saudara Y memesan (amonium nitrat-red) kepada saudara A warga Malaysia," sambungnya.
Bareskrim masih mengembangkan kasus ini untuk menjerat tersangka lainnya. "Tersangka dijatuhi undang-Undang nomor 12 tahun 51 tentang Bahan Peledak. Hukuman maksimal mati atau seumur hidup," imbuhnya. (hri/tor)












































Foto: Jumpa pers penangkapan tersangka (Arief Ikhsanudin/detikcom)
Foto: Jumpa pers penangkapan tersangka (Arief Ikhsanudin/detikcom)