Konferensi ini dibuka oleh tuan rumah Menlu AS John Kerry di kantor Department of State, Washington DC, Kamis (15/9/2016) pagi waktu setempat. Dalam sambutannya, Kerry menerangkan bahwa masyarakat dunia selama ini terlalu abai terhadap adanya kerusakan di laut. Bahkan, ada oknum-oknum yang sengaja melakukan perusakan.
![]() |
"Lautan selama ini menjadi denyut nadi sebagian masyarakat, menjadi sumber penghasilan bagi 12 persen populasi dunia. Namun kita selama ini secara sistematis mengabaikan ekosistem laut," kata Kerry.
Selama berabad-abad, kata Kerry, masyarakat dunia telah mencemari ekosistem dan sumber daya kelautan. Bahkan saat ini terdapat ratusan area di lautan yang masuk kategori 'zona mati' karena tercemar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Kerry meminta komunitas global untuk segera mengubah cara berpikir dan lebih memperhatikan ekosistem di lautan. Hal tersebut sangat perlu dilakukan demi tetap tersedianya sumber daya dari lautan untuk generasi mendatang.
"Kita di konferensi ini tidak hanya berbicara sederhana mengenai tantangan yang kita hadapi, namun juga membicarakan mengenai aksi nyata yang dapat membuat perbedaan," ujar Kerry.
Selain soal pencemaran, Kerry menyorot tindakan eksploitasi pengambilan ikan besar-besaran yang tidak bertanggung jawab. Kerry mengatakan sepertiga jumlah ikan di lautan telah diambil secara berlebihan dalam sebuah skema illegal fishing. Hal tersebut menyebabkan kerugian puluhan juta dollar per tahunnya.
"Oleh karena itu lebih dari 60 negara telah meratifikasi Port States Measures Agreement," ujar Kerry.
Turut hadir dalam konferensi ini Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa serta anggota delegasi dari Indonesia lainnya. Susi dijadwalkan berbicara di diskusi panel yang bertemakan 'Penegakan hukum yang nyata terhadap Illegal Fishing' pada Kamis siang. (fjp/miq)