"Memang isu sara ini menenggelamkan kajian publik, yaitu soal wacana visi misi program dari setiap kepala daerah. Jadi orang disibukan debat apakah agama tertentu boleh memimpin. Pada saat bersamaan hal itu melupakan apakah program calon itu cukup memadai untuk perkembangan daerah," kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti.
Pernyataan tersebut disampaikan Ray dalam acara diskusi bertajuk 'Tolak SARA dalam Pilkada' di Kedai Deli, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebut saja isu reklamasi, tidak ada partai yang membahas itu, khususnya di DKI Jakarta. Jadi belum ada partai yang bahas reklamasi. Jadi orang ditenggelamkan isu SARA-nya, untuk ekseskusi politik," pungkas Ray.
Di tempat yang sama, Kordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang berpendapat, isu SARA laris manis karena adanya pergeseran sistem politik. Namun begitu, hal tersebut menurutnya tidak akan menggeser elektabilitas seorang calon.
"Kenapa isu SARA menjadi laris, karena ada pergesaran sistem politik di mana ada pemilihan langsung," ucap Sebastian.
Sementara itu Ketua Lakpesdam PBNU Rumadi punya pendapat sedikit berbeda. Menurutnya saat ini masyarakat sudah lebih bisa memisahkan antara agama dan non-agama. Sehingga isu SARA tidak begitu mempengaruhi masyarakat, khususnya DKI Jakarta.
"Saat ini masyarakat Jakarta sudah tersekulerisasi membedakan antara agama dan non-agama. Semakin lama saya yakin masyarakat Jakarta dan Indonesia menjadi dewasa," ujar Rumadi.
Meski begitu, Rumadi menambahkan, isu SARA ini harus jadi warning bagi siapapun. "Kita harus tetap mewaspadai," imbuhnya. (hri/hri)











































