"Kami punya desk khusus, deputi bidang kerja sama yang akan mengklarifikasi hal tersebut," kata Kepala BNPT Suhardi Alius di ruang Komisi Hukum III Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (15/9/2016).
Klarifikasi tersebut, kata dia, untuk mengetahui apakah aliran dana yang disebut PPATK. Sebelumnya PPATK menyebut salah satu dana terorisme berasal dari Australia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Wakil Kepala PPATK Agus Santoso kemarin mengatakan marketplace yang digunakan untuk pembiayaan teroris, cenderung berupa penjualan secara online.
Lewat kerja sama PPATK dengan Australian Transaction Reports and Analysis Centre (AUSTRAC), kata Agus, ditemukan 97 transaksi perorangan dan kelompok, senilai kurang-lebih Rp 88,5 miliar sejak 2012, yang kemudian dipakai untuk pembiayaan terorisme.
"Uang itu dipakai antara lain membuat rekrutmen atau memberangkatkan orang ke Suriah, membeli tiket, atau propaganda," ujar Agus di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, (14/9/2016).
"Pembiayaan teroris di Indonesia juga menggunakan marketplace, misalnya penjualan secara online. Kami sudah mulai mendeteksi itu, seperti penjualan tiket untuk orang ke Timur Tengah," kata Agus.
Ia menuturkan PPATK mulai berfokus pada financial technology dalam transaksi keuangan. "Kami sudah mulai spot-spot, sudah ada temuan," kata Agus. (hri/hri)