Alasan Komisi II Larang 'Eksploitasi' Foto Jokowi untuk Kampanye Pilkada

Golkar Eksploitasi Jokowi

Alasan Komisi II Larang 'Eksploitasi' Foto Jokowi untuk Kampanye Pilkada

Elza Astari Retaduari - detikNews
Rabu, 14 Sep 2016 12:57 WIB
Foto: Bartanius Dony/detikcom
Jakarta - Komisi II DPR dan KPU sepakat melarang penggunaan foto Joko Widodo untuk kampanye Pilkada. Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy kesepakatan tersebut atas pertimbangan penghormatan terhadap presiden.

"Pemerintah, KPU, dan sebagian besar fraksi-fraksi sependapat. Sudah disepakati dan diketok," ungkap Lukman saat dikonfirmasi, Rabu (14/9/2016).

Menurut Lukman, aturan pelarangan memasang foto Jokowi diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Kampanye. Ada pertimbangan tersendiri mengenai aturan pelarangan ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertimbangannya menghormati foto presiden sebagai simbol pemersatu bangsa," jelas Lukman.

"Kalau dalam konteks di luar pilkada silahkan saja," imbuh politisi PKB itu.

Keputusan tentang aturan itu diketok dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II, KPU, dan pemerintah pada Jumat (9/9) lalu. Yakni terhadap perubahan kedua mengenai PKPU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan wakil Walikota. Isi kesimpulan atas perubahan tersebut adalah sebagai berikut:

"Foto/nama presiden/Wakil Presiden RI yang sedang menjabat tidak boleh dicantumkan dalam alat peraga kampanye/bahan kampanye, mantan presiden/mantan wakil presiden diperbolehkan."

Sebelumnya Wasekjen PDIP Ahmad Basarah meminta agar semua partai menghormati aturan pelarangan itu. Ini menyusul 'protes'-nya terhadap pemasangan foto Jokowi oleh Golkar di spanduk-spanduk Ketua DPD dan Kepala Daerah mereka.

"Sebaiknya semua parpol peserta pemilukada dan calon dari jalur perseorangan, apalagi parpol yang mengaku sebagai pendukung pemerintah Jokowi-JK, hendaknya mematuhi aturan main Pilkada. dan kesepakatan-kesepakatan lainnya yang telah dibuat antara KPU dan DPR," tegas Basarah, Rabu (14/9).

"Serta mau mengedepankan etika publik bahwa Presiden Republik Indonesia adalah milik rakyat keseluruhan bukan golongan tertentu," tandasnya. (elz/van)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads