"Ya kepentingan nasional, kepentingan DKI. Kalau itu tidak dilanjutkan yang sudah dari zamannya Pak Harto itu, Jakarta tiap tahun 7,5 cm turun. Itu giant sea wall-nya," kata Luhut di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2016).
Selain itu, Luhut juga mempertimbangkan sumber air di Jakarta. "Sumber air kita juga kurang. Kalau itu bendungan jadi, maka nanti 2 meter di bawah air asin dan sisanya air yang bisa diproses jadi air minum," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketiga, menghindari rob. Ini masalah teknis profesional. Tidak ada alasan untuk kita tidak meneruskan," tegas Luhut.
Kemenko Kemaritiman sudah mendalami kajian dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) hingga PLN, termasuk kajian hukum karena ada putusan PTUN. Kajian sudah lengkap, namun Luhut menilai masalah reklamasi ini dipolitisasi.
"Ini dilakukan karena sudah ada kajian. Ini ribut karena dipolitisiasi jadi ramai. Bikin ulang lagi," ujar mantan Menko Polhukam ini.
Luhut pun berjanji akan buka-bukaan ke publik soal kajian yang dilakukan pihaknya. Dengan demikian, tidak ada kecurigaan publik terkait reklamasi.
"Buka, sangat dibuka. Enggak usah khawatir. Ngapain kita bohongj rakyat kita. Nantilah. Sabar. Nanti tuntas, kita akan buka. Itu dokumen publik, silakan," ungkapnya. (imk/fdn)











































