Luhut: Kementerian Kelautan Setuju Reklamasi Lanjut, Surat Dikeluarkan Lusa

Luhut: Kementerian Kelautan Setuju Reklamasi Lanjut, Surat Dikeluarkan Lusa

Wisnu Prasetiyo Adi Putra - detikNews
Selasa, 13 Sep 2016 21:02 WIB
Foto: Agus Suparto (Fotografer Istana Kepresidenan)
Jakarta - Pemerintah memutuskan proyek reklamasi di pantai utara Jakarta dilanjutkan. Keputusan ini bukan hanya disetujui Kemenko Kemaritiman namun juga Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dipimpin Susi Pudjiastuti.

"KKP sudah setuju tidak ada masalah. Besok suratnya akan dikeluarkan hari Kamis (15/9) secara resmi," ujar Luhut usai menggelar rapat bersama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kantor ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2016).

Selain Ahok dan Luhut, rapat yang digelar tertutup ini diikuti Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati, perwakilan KKP dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Luhut mengatakan keputusan melanjutkan reklamasi salah satunya di Pulau G sudah dikaji dari berbagai sisi seperti lingkungan hidup, aspek hukum termasuk kajian dampak sosial. Koordinasi juga dilakukan bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta PLN.

Keputusan ini juga diambil dengan tetap memprioritaskan kehidupan para nelayan. Karena itu, Pemprov DKI menurut Luhut menyiapkan hunian di rumah susun bagi sekitar 12 ribu nelayan yang biasa mendapatkan penghasilan dari wilayah pantai utara Jakarta.

(Baca juga: Izin Reklamasi Pulau G Dicabut, Siti: Putusan Belum Berkekuatan Hukum Tetap)

Mengenai adanya putusan hukum di pengadilan soal izin reklamasi, Luhut menyebut putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap karena masih diajukan upaya banding.

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 31 Mei 2016 mengabulkan gugatan pihak nelayan yang tergabung Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) dengan mencabut izin reklamasi yang diterbitkan Ahok untuk PT MWS atas Pulau G.

"Gugatan hukum aspek yang dengar itu tidak berbalas karena belum berkekuatan hukum tetap kerja belum inkrah," sebut Luhut.

(fdn/Hbb)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads