Grand Corruption 'ala' KPK dan Putusan 3 Tahun Eks Bos Agung Podomoro

Grand Corruption 'ala' KPK dan Putusan 3 Tahun Eks Bos Agung Podomoro

Dhani Irawan - detikNews
Jumat, 09 Sep 2016 06:37 WIB
Gedung KPK (Foto: Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Eks bos PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, telah dieksekusi ke Lapas Sukamiskin, Bandung, untuk menjalani putusan majelis hakim yang menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara pada dirinya. Vonis itu lebih rendah 1 tahun dari tuntutan penuntut umum KPK.

Ariesman terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap M Sanusi sebesar Rp 2 miliar terkait pembahasan Rancangan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP). Dia dihukum 3 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta.

Selain itu, anak buah Ariesman, Trinanda Prihantoro juga telah divonis dengan hukuman 2,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Sedangkan, M Sanusi sampai saat ini masih menjalani persidangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eksekusi yang dilakukan pada Ariesman lantaran baik Ariesman maupun KPK telah menerima putusan itu. Dengan status putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap, Ariesman pun dieksekusi pada Kamis kemarin.

Kasus suap ini memang sedikit banyak menarik perhatian publik. Sosok Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sampai dua kali hadir untuk bersaksi dalam persidangan.

Selain itu, Sugiyanto Kusuma alias Aguan sebagai bos PT Agung Sedayu Group juga telah bersaksi di persidangan. Sejumlah fakta terungkap dan memunculkan dugaan-dugaan adanya pemain lain dalam pusaran kasus tersebut.

Namun hingga kini KPK masih belum mengungkap pengembangan kasus tersebut. Padahal, di awal-awal kasus tersebut diungkap, KPK sempat menegaskan bahwa kasus itu merupakan grand corruption yang tentunya bukan tanpa maksud.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut kasus tersebut berpengaruh pada banyak hal sehingga disebut sebagai grand corruption. Terlebih suap yang diberikan untuk memengaruhi kebijakan publik.

"Yang saya maksud grand corruption itu memang karena pertama ini adalah satu modus di mana korporasi memengaruhi kebijakan publik," kata Syarif di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa, 5 April lalu.

"Dan tentu akibatnya besar bagi masyarakat, lingkungan, dan objeknya juga sangat besar," tambah Syarif.

Syarif mengatakan meski nilai suap yang diamankan KPK 'hanya' sekitar Rp 1 miliar lebih, tetapi dia memastikan bahwa jaringan terkait kasus ini menjalar ke banyak hal. Syarif pun mengibaratkan kasus ini sebagai gurita dengan banyak tentakel.

"Jadi jangan dilihat dari nilai suapnya yang Rp 1 miliar itu, tapi ini betul grand corruption karena tentakelnya banyak," sebut Syarif.

KPK memastikan akan memanggil sejumlah perusahaan pengembang yang membangun 17 pulau buatan dalam proyek reklamasi itu. Namun Syarif tidak menyebut secara detail tentang perusahaan apa saja yang akan dipanggil.

"Kasus reklamasi itu kan ada beberapa perusahaan yang merupakan anak-anak perusahaan. Semua yang relevan akan dimintai keterangan," ujarnya.

(dhn/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads