Polda Metro Sita 196 Ton Pupuk Ilegal Tak Berstandar SNI

Polda Metro Sita 196 Ton Pupuk Ilegal Tak Berstandar SNI

Mei Amelia R - detikNews
Senin, 05 Sep 2016 14:14 WIB
Foto: Jumpa pers soal Pupuk tak Ber-SNI/ Amel detikcom
Jakarta - Subdit Industri dan Perdagangan (Indag) dan Sumber Daya Lingkungan (Sumdaling) Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mengamankan 196 ton pupuk ilegal. Pupuk yang diproduksi di sebuah pabrik di Desa Parakanlima, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi itu tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).

Kasus terungkap setelah polisi mendapatkan informasi dari masyarkat tentang adanya produksi pupuk palsu yang masuk ke Jakarta untuk didistribusikan ke wilayah Aceh dan Pekanbaru. Informasi tersebut diselidiki, hingga akhirnya polisi melakukan pembuntutan dan mengamankan sebuah 4 truk kontainer yang mengangkut total 66 ton pupuk ilegal, di kawasan Depok, Cibubur dan Merak.

"Tersangka diduga menproduksi, memepedagangkan, dan mengedarkan pupuk palsu atau pupuk yang tidak sesui label, standar mutu dan terjamin efektivitasnya serta tidak memenuhi SNI," ujar Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Fadil Imran kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (5/9/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari penangkapan unit truk kontainer itu, polisi selanjutnya mengembangkannya ke pabrik pembuatan pupuk palsu yang terletak di Desa Parakanlima, Cikembar, Sukabumi. Di lokasi tersebut, polisi menemukan sejumlah bahan untuk memproduksi pupuk ilegal berikut peralatannya.

Dalam kasus ini, polisi menetapkan 4 orang tersangka yakni W alias WS, AG dan AY selaku pengelola dan R alias IR selaku distributor.

"Pabrik tersebut dikelola oleh tersangka W alias WS, AG dan AY dengan modus membuat pupuk dengan bahan kapur, garam, gula, dan pewarna (tidajsesuai SNI). Di samping itu, pabrik tersangka juga tidak memiliki legalitas usaha," terang Fadil.

Pupuk tersebut didistribusikan ke Aceh dengan menggunakan ekspedisi melalui jalur darat dari Sukabumi ke Pelabuhan Tanjung Priok lalu menggunakan jalur laut ke Pelabuhan Belawan, Medan. Pupuk ilegal tersebut digunakan untuk perkebunan sawit di kawasan Aceh Timur dan Aceh Utara.

Fadil melanjutkan, pabrik tersebut dikelola oleh 3 tersangka dengan mempekerjakan 8 orang karyawan. Adapun, kandungan dalam pupuk tersebut yakni garam, molase (gila), pewarna makanan dan air yang kemudian dipanaskan dan digiling dalam mesin sehingga menjadi butiran (granul) dan dikemas dalam karung.

"Tersangka mendistribusikan pupuk palsu ini dengan cara mengemasnya dalam karung pupuk yang dicap dengan sablon meniru merek lain," lanjut Fadil.

Hasil pendalaman, tersangka 3 tersangka pengelola berjasama dengan tersangka IR sebagai penyalur atau pengedar pupuk di wilayah Aceh Timur dan Aceh Utara. Sementara untuk melengkapi sutat jalan ke Sumatera, tersangka meminjam bendera atas nama perusahaan pupuk terkenal.

"Sebelum ditangkap, tersangka IR telah meloloskan 13 kontainer pupuk palsu ke Aceh Timur dan Aceh Utara. Tersangka mengaku sudah sekitar 2 tahun menyuplai pupuk palsu ke wilayah Aceh," sambung Fadil.

Selama 2 tahun beroperasi, kedua tersaangka menjual pupuk ilegal itu sekitar Rp 120 ribu per karung. Tersangka memperoleh keuntungan sekitar Rp 75 ribu per karung dari modal produksi hanya Rp 45 ribu per karung.

"Dari hasil uji laboratorium, pupuk palsu ini memiliki kandungan nitrogen (N) 0,08-0,22 persen atau di bawah 1 persen dari standar minimal 6 persen, kemudian phospor (P2O5) sebesar 0,02 persen atau di bawah 1 persen dari standar minimal 6 persen dan Kalium (K2O) sebesar 0,04 persen hang juga di bawah standar minimal 6 persen," papar Fadil.

Selain menyita 196 ton pupuk palsu, polisi juga mengamankan barang bukti 2 unit kontainer, 4 buh sablon karung, pewarna makanan dan peralatan lainnya. Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 62 Jo Pasal 8 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 37 ayat (1) Jo Pasal 60 Huruf f UU No 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman, Pasal 113 Jo Pasal 57 ayat (2) UU No 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan dan Pasal 120 ayat (1) jo Pasal 53 ayat (1) huruf b UU No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 5 miliar. (mei/rvk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads