Dermawan Bakrie kini telah menjadi pemuda yang mulai mengembangkan usahanya di bidang properti di Solo. Dia konsisten seperti tekadnya sejak semula; tidak ingin menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Tanpa bermaksud melakukan penilaian sembrono, namun sejak awal dia memang bertekad untuk menjadi orang berduit untuk menyejahterakan keluarganya. Sejak SMA bahkan hingga sekarang dia tetap menyimpulkan, gaji PNS tidak akan bisa cukup untuk memenuhi keinginannya itu. Kalau jadi PNS bisa-bisa tergiur untuk melakukan korupsi karena selalu terbuka kesempatan untuk itu.
Setiap mendengar kata korupsi, memang selalu membuat pemuda ini selalu timbul semangat untuk melawan. Dengan ucapan yang meledak-ledak Derma, demikian dia biasa dipanggil, langsung merespon dengan lantang. Dia adalah pemimpin aksi besar-besaran seluruh siswa SMA Negeri 3 Surakarta pada tahun 2008 untuk membongkar praktik kecurangan pengelolaan dana yang dilakukan pimpinan salah satu sekolahan favorit di Solo tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Saat itu usianya baru 18 tahun, kelas 3 di Jurusan IPS. Mantan Ketua OSIS tersebut berhasil memainkan strategi jitu untuk melawan. Dia bersama dua temannya, Rio Satriawan dan Yusuf Ariyadi, lalu menggalang dukungan. Ada sebelas siswa, termasuk ketua OSIS saat itu Mukhlis Setiaji, untuk merencanakan aksi besar-besaran. Untuk itu dia membentuk tiga tim khusus: tim informan yang bertugas untuk terus memantau perkembangan isu di dalam sekolah, tim bukti yang bertugas mengumpulkan semua bukti dan tim media yang bertugas menghubungi media massa agar datang meliput aksi.
"Saat itu kami menyusun aksi selama 3 minggu. Setelah semua kami rasakan matang, pada hari Senin 24 Maret 2008 kami menggelar aksi dengan mengajak semua siswa dari kelas 1 hingga kelas 3, tidak kurang dari 1.200 siswa. Kejadian itu hanya berselang 2 minggu sebelum ujian nasional. Sedangkan kehadiran media bagi kami sangat penting karena kami menyadari tidak punya kekuatan lebih untuk terus menekan. Bagi kami yang penting aksi kami diliput media agar informasi itu sampai ke telinga wali kota. Selanjutnya biar media massa yang meneruskan mengawal pengusutannya," kata Derma.
Penentuan tanggal 24 Maret hanya 11 anak itu yang tahu. Seusai upacara bendera, Yusuf Ariyadi mengumpulkan semua ketua kelas di SMA Negeri 3 Surakarta untuk berkumpul di belakang sekolah. Sebelumnya para penggerak aksi melakukan aksi mengunci seluruh ruangan kelas agar para siswa tidak bisa masuk ruangan. Kepada para ketua kelas, Ari meminta agar mereka mengajak semua siswa di kelas masing-masing berkumpul di aula sekolah. Dia mengatakan akan ada pengumuman penting dari pihak sekolah dan seharian itu tidak akan ada pelajaran.
Mukhlis Setiaji, sang ketua OSIS yang masih kelas 2, mendapat peran lain. Dia diminta melapor ke ruang guru dengan dalih habis dipukuli para senior kelas 3 yang marah karena acara wisuda kelulusan ditiadakan. Muka dan pakaiannya sengaja dibuat kusut. Dia mengatakan bahwa aksi pengeroyokan kakak kelas itu menimbulkan kegaduhan sehingga seluruh siswa berkumpul di aula untuk menuntut balas para senior.
Itu hanya trik agar para guru terpancing untuk bersedia datang ke aula. Trik itu berhasil. Para guru datang ke ruang aula. Pada saat itulah aksi mulai digelar. Mereka membeberkan semua bukti yang berhasil dihimpun. Para wartawan langsung mencatat dan merekam kejadian itu. Kepala sekolah, para wakil kepala sekolah dan para guru, ditempatkan di depan. Mereka tak bisa lagi mengelak. Mau tidak mau harus menghadapi dan memberikan jawaban.
"Aksi 2,5 jam itu benar-benar mengena. Selama berminggu-minggu menjadi sorotan media. Selain harus mengembalikan uang yang diselewengkan, kepala sekolah saat itu juga dipindah ke sekolah lain sebagai guru piket dan pangkatnya diturunkan dari IV-B ke IV-A. Sedangkan wakil kepala sekolah bidang prasarana dicopot dari jabatannya," lanjut Derma.
![]() |
Aksinya memang cuma 2,5 jam, tapi buntutnya cukup panjang. Kasusnya memang ditangani oleh Pemkot sesuai harapan mereka. Namun mereka juga harus menerima teror dan tekanan. Para guru menjadi marah kepada mereka karena merasa disudutkan. Ruangan OSIS dipasangi CCTV untuk memantau semua aktivitas di dalamnya. Bahkan ada salah satu dari tim 11 yang sempat didamprat oleh salah seorang guru ketika sedang mengikuti pelajaran di dalam kelas.
Namun Derma dan kawan-kawan melawan. Mereka mendatangi ruang guru. Dengan tegas mereka menyatakan bisa memahami jika para guru marah karena mendapat sorotan buruk dari semua pihak atas aksi mereka. Namun hubungan sebagai guru murid harus tetap berjalan sebagaimana kewajiban belajar mengajar meskipun ada perbedaan sikap dan penilaian dalam menyikapi pengelolaan dana yang dipermasalahkan.
"Seminggu setelah itu kami juga didatangi para alumni. Kami didamprat karena kami dinilai mencemarkan almamater. Kami tetap pada pendirian bahwa apa yang kami lakukan ini justru untuk perbaikan almamater agar lebih baik," ujar Rio Satriawan.
Sebelas siswa itu kini telah lulus dari kuliah dan meniti karir di profesi masing-masing. Derma dan Rio kini mengelola bisnis properti, Ari menekuni bidang human resources analyst. Sedangkan yang lainnya ada yang menekuni bisnis kuliner, dosen swasta, pengusaha plastik, dan lain-lain. Ada yang memilih menjadi ibu rumah tangga biasa. Namun ada juga yang menjadi PNS di kantor pajak. Semua dari mereka tetap menjaga kekompakan dan persaudaraan.
"Sebagian besar memang memilih tidak menjadi PNS. Hanya satu yang menjadi PNS. Kami tidak kemudian menilai bahwa yang menjadi PNS itu lalu lebih jelek dari kami karena memang kami tidak membenci status seseorang sebagai PNS. Kami tetap berkomitmen di manapun kami bekerja, akan tetap menjaga semangat untuk menjaga gaya hidup yang bersih, tidak mengotori diri dan lingkungan dengan korupsi atau persekongkolan jahat," kata Derma.
Hubungan baik antara mereka dengan pihak sekolah dan para guru juga terus dijaga. Derma dan Rio masih sering datang ke bekas sekolahannya itu untuk menawarkan unit-unit perumahan yang sedang dibangunnya. Bahkan Ariyadi lebih sering lagi karena dia masih terus membimbing dan mendampingi adik-adik angkatannya dalam mengembangkan organisasi.
Video aksi dan kehidupan Derma, Rio, dan Ari bisa dinikmati di bawah ini.
(mbr/trw)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini