Memasuki "CJ Creative Centre" di ibukota negeri ginseng membuat orang menjadi sadar dimana selama ini ia "berada". Menuju masa depan, sedang berhenti atau malah bernostalgia dan asyik dengan masa lalunya? Yang jelas, di tempat ini orang lebih memahami bahwa "berlari" kencang menuju masa depan merupakan sebuah kebutuhan yang tidak bisa dinafikan lagi.
Pemerintah Korea tahu betul bahwa membangun peradaban adalah pekerjaan yang harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan terus-menerus. Itulah mengapa, di CJ Creative Centre ini, semua fasilitas untuk mencapai kemajuan disiapkan. Mulai perangkat teknologi multimedia hingga hal-hal lain yang serba futuristik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dinding inovasi di 'CJ' (Foto: M Aji Surya/detikcom) |
Bagi warga yang memiliki ide brilian, silakan datang mendaftar lalu berkonsentrasi untuk mewujudkannya. Mau bikin film ala baru atau musik yang belum pernah didengar telinga manusia. Bebas dan akan dibantu Pemerintah. Disini, antara lain, K-pop mulai bergema dan mewarnai peradaban anak manusia.
Dan rupanya, berangkat dari semangat membangun peradaban baru tersebut, aneka kebijakan Pemerintah Korea juga relatif futuristik. Alias menyasar hal-hal baru yang bisa jadi belum ada sebelumnya. Bukan hanya Samsung dengan teknologinya yang menyaingi iPhone, namun juga dalam tataran yang simpel namun doa-ble.
Lihat saja, ketika upah di negeri ginseng mulai melangit, maka industri tekstil Korea segera direlokasi di negara-negara berkembang. Bukan itu saja, jaringan pengiriman dan distribusi hingga marketing di Korea benar-benar dibuat sedemikian kuat sehingga akan sangat sulit ditembus oleh pemain asing. Dengan kata lain, meskipun pihak asing bisa membuat tekstil yang lebih murah namun karena jaringannya lemah maka terpaksa keok dan harus puas menjadi "tukang jahit" semata.
Gedung di pinggir Laut Busan |
Ada lagi. Mungkin cukup "aneh" melihat sebuah fenomena banyaknya perusahaan Korea yang ingin mendapatkan sertifikat halal dari berbagai negara "Islam" bagi produknya. MUI dan lembaga halal NU pun dikejar-kejar. Padahal separuh penduduknya tidak beragama dan pemeluk Islam merupakan minoritas terkecil. Apakah mereka ingin meladeni 38 ribu TKI yang mayoritas muslim?
Kalau diteliti lebih dalam maka ada hal yang futuristik. Masyarakat industri Korea Selatan memiliki orientasi ekspor yang sangat kuat sehingga apapun yang diproduksi diharapkan dapat diserap oleh pihak asing (Negara Islam)' Dengan pengertian itu maka tidak berarti bahwa masyarakat Korea itu relijius apalagi Islami, namun merekalah orang-orang yang bisa melihat masa depan sehingga berjalan lebih cepat dalam menjemput bola.
Pohon sebagai hiasan |
Sama juga dengan yang satu ini. Melihat melambannya kinerja ekonomi internasional dalam beberapa waktu terakhir, Korsel melakukan pendekatan unik dalam upaya menggenjot perdagangan. Selain ikut pameran di berbagai negara, Pemerintah juga menelorkan kebijakan menjemput bola. Caranya dengan mengundang potential buyers dari berbagai negara untuk datang ke Korea Selatan guna berdagang dan jalan-jalan. Semua dibiayai oleh Pemerintah Korea.
Para buyers itu dibuatkan booth khusus yang luks. Mereka hanya diminta untuk duduk di sana guna mendengarkan pedagang Korea yang datang menghampiri menjajakan dagangannya. Mau beli boleh, tanya-tanya boleh, tidak komen juga tidak apa-apa. Pokoknya diperlakukan seperti raja. Setelah selesai mereka segera diajak jalan-jalan memahami budaya negeri ginseng.
Ya, ide-ide baru akan dan harus selalu diproduksi sebagai bekal untuk maju. Tak pelak, lembaga semacam "CJ Creative Centre" layak ditiru dan didirikan oleh banyak negara agar warganya terdorong membuat aneka ragam inovasi.
Penulis adalah WNI tinggal di Korea Selatan (try/try)












































Dinding inovasi di 'CJ' (Foto: M Aji Surya/detikcom)
Gedung di pinggir Laut Busan
Pohon sebagai hiasan