"Karena dari beberapa survei, Polri public trustnya di bawah. Paling atas KPK dari berbagai survei. Polri level yang cukup di bawah," kata Kapolri Jenderal Tito, dalam sambutannya di acara syukuran HUT Polwan ke-68 di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (1/9/2016).
"Ini ironis ketika dibandingkan dengan saat Polri dipisahkan dari pada tahun 1998-2000. Ekspektasi publik tinggi Polri dapat mengawal demokrasi. Dalam kurun 16 tahun, kepercayaan publik rendah," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua, masalah kultur yang berkembang kultur negatif. Budaya koruptif yang masih permisif, arogansi kewenangan dan kekuasaan. Kekerasan eksesif seperti di Riau," ujarnya.
Tito menuturkan, dapat dikatakan bahwa Polri organisasi vertikal terbesar di Indonesia. Artinya, peran Polri di kehidupan berbangsa sangat berpengaruh.
Namun, lanjut Tito, jika kepercayaan masyarakat rendah maka akan berdampak negatif yang tidak hanya pada Polri tapi juga bagi warga.
"Kami canangkan program untuk tingkatkan public trust masuk dalam grand strategy. Public trust enggak kita peroleh, tapi menurun. Ini tantangan kita semua untuk menaikkan kepercayan publik," ujarnya.
Untuk itu, kata Tito, ada beberapa langkah yang disiapkan. Pertama soal bagaimana memperbaiki kinerja, layanan publik agar lebih profesional, dan mampu memelihara Kamtibnas, konflik berkurang, serta narkoba dan teror bisa ditekan.
"Kedua, bangun kultur yang lebih baik. Kultur arogansi kekuasaan harus ditekan, harus lebih humanis yg dekat ke masy. Tekan budaya kekerasan eksesif budayakan sosok yang disukai dan dirindukan masyarakat," ujarnya.
Tito berharap semua anggota Polri punya peran dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat ini. Tidak cukup hanya Kapolri dan Kapolda. Sebab bila satu saja anggota Polri membuat masalah dan viral, maka prestasi 429 ribu anggota lainnyaa tertutup dengan perbuatan satu anggota yang salah. (idh/rvk)











































