Menurut Lukman Hakim Saifuddin, setiap negara memang mendapat kuota masing-masing pertahun. Kewenangan jumlahnya sendiri ada dari pemerintah Saudi. Di luar kuota itu, pemerintah Indonesia secara resmi tidak bisa memberangkatkan warga negaranya. Oleh sebab itu menurutya warga yang ingin berhaji harus memastikan bahwa keberangkatan harus dari Indonesia. Tidak bisa dari negara lain.
"Yang terjadi di Filipina ada pihak tertentu kerjasama, sindikasi antara sindikat biro perjalanan haji tanah air karena tidak memiliki izin resmi haji dan umroh," ujar Lukman saat bersilaturahmi dengan Jurnalis Alumni UIN Jakarta di Kemenag, Rabu sore (31/07/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka berangkat menggunakan paspor Indonesia, begitu di Filipina mereka membuat identitas menggunakan paspor dan berganti identitas untuk berhaji," ujar Menag menambahkan.
Kementerian Agama sendiri menurut Lukman sudah mendapatkan informasi terkait jemaah Haji yang sekarang berada di KBRI di Manila. Sebetulnya, menurut Lukman sebagian mereka tahu bahwa mereka berangkat secara ilegal, tapi karena tergiur haji cepat mereka rela berangkat melalui jalur Filipina. Apalagi ada jemaah yang berpendidikan tinggi, bahkan mengerti bahasa asing.
Atas kejadian ini, Kemenag mengaku akan lebih gencar memberikan informasi dan melakukan pengetatan praktik pemberangkatan haji. Apalagi biro travel nakal yang memanfaatkan kuota yang tidak terserap oleh negara tertentu. Sebagai catatan, beberapa negara memang memiliki antrean haji sampai puluhan tahun. Negara seperti Malaysia menurut Lukman sudah 70 tahun antreannya, Singapura 34 tahun, Brunei Darussalam 2-3 tahun. Sedangkan Filipina dan Timur Leste memiliki kuota tapi tidak terserap dan berpotensi digunakan kuotanya secara ilegal oleh oknum tertentu.
"Filipina dan Timor Leste adalah negara yang kuota hajinya tidak terserap. Dan negara ini berpotensi kuotanya digunakan secara ilegal oleh oknum tertentu," tutup Lukman. (elz/elz)