"Keinginan diaspora bisa dimengerti, mereka di luar negeri. Tapi yang harus dipikirkan betul aspek kepentingan perlindungan perempuan," ucap Bachtiar Aly di sela rapat komisi I di gedung DPR, Jakarta, Rabu (31/8/2016).
Menurut Bachtiar, perempuan Indonesia yang menikah dengan suami yang berkewarganegaraan asing, lalu misal berpisah, si perempuan berada di antara dua kewarganegaraan. Atau jika si perempuan dapat masalah, maka harus tetap bisa dilindungi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu ada konsep jelas yaitu orang-orang Indonesia yang pintar di luar negeri kembali ke negaranya atau brain gain, tapi paradigma itu berubah. Orang pintar nggak kembali sehingga yang dirugikan negara asalnya," ujar anggota DPR lulusan S2 dan S3 Jerman itu.
Namun, dengan adanya konsep diaspora Indonesia maka sebetulnya lebih dinamis, WNI di luar negeri tetap bisa membangun Indonesia. "Misal Mesir diaspora di seluruh dunia, tapi ada kontribusi memberi bantuan devisa untuk negaranya," lanjut mantan Dubes Mesir itu.
Karena itu menurut Bachtiar, gagasan memberlakukan dwi kewarganegaraan perlu dipikirkan matang-matang. Jangan karena ada kasus satu orang yaitu mantan menteri ESDM Arcandra Tahar lalu Indonesia berlakukan dwi kewarganegaraan.
"Indonesia bisa berpikir ke sana, tapi jangan grasak-grusuk untuk kepentingan satu dua orang. Arcandra anggap saja pemain bola profesional, itu berlakukan saja prinsip rekrutmen. Tapi (Pemberlakuan dwi kewarganegaraan) ini harus komprehensif," ucapnya.
"Jadi saya pikir soal ini perlu pendalaman lebih lanjut," imbuh politisi NasDem itu.
Lalu apa yang dikhawatirkan jika Indonesia memberlakukan dwi kewarganegaraan?
"Kekhawatiran itu sebetulnya kita tidak siap lebih membuka diri, bahwa dunia sudah tidak ada batasnya. Tapi di sisi lain harus diyakinkan beri proteksi kepada perempuan dan anak," jawab politisi asal Aceh itu. (bal/erd)