Salah satu dari 19 perlintasan kereta sebidang yang akan diuji coba untuk ditutup adalah perlintasan KA di Jl Letjen Soeprapto, Senen per 1 Oktober - 31 Oktober 2016. Penutupan perlintasan KA sebidang ini menimbulkan tantangan, lantaran arus lalu lintas di Jl Letjen Soeprapto sangat padat.
"Ini bakalan repot saya bilang. Pengalaman kami untuk perlintasan sebidang Stasiun Tebet butuh setahun kerja. Setidaknya ada beberapa poin yang ingin kami sampaikan ruas Jalan Soeprapto merupakan ruas jalan yang padat lalu lintas," ujar perwakilan Bidang Manajemen Rekayasa Lalu Lintas Dishub DKI Jakarta, Priyanto dalam konferensi pers di kantor Kemenhub, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (30/8/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perlintasan sebidang di Jl Letjen Soeprapto, Senen, lanjut dia, merupakan titik pertemuan antara ruas jalan Simpang Senen dengan jarak 280 meter. Selain itu Simpang Senen juga menjadi titik temu pergerakan TransJakarta dari Utara dan Selatan.
"Dampak penutupan mesti kami kaji dan bahas secara bersama. Secara otomatis keadaan existing itu ada empat ruas jalan. Dengan ditutupnya (perlintasan KA sebidang) mungkin akan berkurang, kurang lebih 50 persen (ruas jalan). Jadi kami hanya bisa memanfaatkan yang di underpass dan yang sebidang kereta api dua lajur tidak bisa kami manfaatkan," bebernya.
Priyanto menjelaskan penutupan perlintasan kereta api sebidang, juga berdampak dengan antrean kendaraan yang panjang. Terlebih hal itu juga mengubah rute angkutan umum.
"Otomatis akan berdampak waktu perjalanan. Terakhir Simpang Senen mempertemukan empat fase dengan waktu pengaturan lalu lintas yang maksimum untuk kendaraan roda empat yakni 300 detik. Mudah-mudahan untuk meningkatkan laju lalu lintas Simpang Senen, kita dapat upayakan mengurangi jumlah waktu pengaturan lalu lintas yang tadi 300 detik, akan kita setting menjadi 200 sampai 250 detik. Hal ini juga tergantung dari evaluasi," paparnya.
Analisa dari dampak yang ditimbulkan lanjut Priyanto adalah dengan evaluasi rekayasa lalu lintas. Selain itu pihaknya juga akan melakukan survei volume gerakan kendaraan yang berbelok di Simpang Senen.
Sementara untuk pengaturan rute angkutan umum dari Terminal Senen, lanjut dia, ada sekitar 9 trayek angkutan umum baik dari maupun yang ke Terminal Senen.
"Tentu yang paling banyak Mikrolet 46 jurusan Senen-Pulogadung dan Metromini Pulogadung- Senen. Untuk itu kami akan mencoba meningkatkan kinerja dari Simpang Senen sendiri, otomatis akan ada penyesuaian waktu pengaturan lampu lalu lintas, merah, kuning dan hijau," terangnya.
Priyanto mengatakan antisipasi peningkatan volume kendaraan di Jalan Letjen Soeprapto dengan pembangunan fly over. Selain itu dilakukan juga penataan kawasan Stasiun Senen.
"Dan memungkinkan juga untuk pemberlakuan sistem satu arah di jalur alternatif, dengan rencana ditutupnya perlintasan sebidang Stasiun Senen. Harapannya kami, sebelum uji coba untuk dimatangkan lagi sosialisasi, yang kedua sambil berjalan masa uji coba satu Oktober saya sudah ngomong dengan pak direktur agar ada pertemuan intensif untuk evaluasi," paparnya.
Sementara Kanit Dikyasa Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Pusat, AKP Antoni Wijaya mengatakan karakter lalu lintas di sekitar Stasiun Senen berbeda dengan Stasiun Tebet. Sehingga kesulitan dan kendala akan lebih banyak ditemukan di kawasan Stasiun Senen.
"Untuk antisipasi perlu diperhatikan dampak penutupan karena ada ruas bidang jalan yang selama ini ruasnya tidak besar dan volume tidak banyak, akan menjadi banyak dan dilalui angkutan umum. Ini perlu antisipasi," jelasnya.
Pihaknya juga akan membentuk tim terpadu yang akan melakukan evaluasi juga memudahkan koordinasi.
"Karena wilayah Senen ini tadi sudah dijelaskan volume angkutan umumnya tinggi karena adanya terminal, sehingga harus lebih diperhatikan," pungkas Antoni.
Sebelum Senen, perlintasan KA di Tebet juga sudah ditutup. Rencana penutupan perlintasan sebidang tersebut merupakan tindak lanjut dari Surat Menteri Perhubungan kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: KA.101/2/3 PHB 2015 tanggal 15 Desember 2015 tentang Penanganan Perlintasan Tidak Sebidang di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan Surat Menteri Perhubungan tersebut, Kementerian Perhubungan melalui Ditjen Perkeretaapian mengusulkan kepada Pemprov DKI Jakarta agar menutup 19 perlintasan sebidang yang telah diperlengkapi dengan flyover maupun underpass. Ke-19 perlintasan tersebut, yaitu:
Lintas Duri Tangerang:
Rawa Buaya 1 (JPL No 14 di Km 8+17)
Rawa Buaya 2 (JPL No 14 di Km 8+17)
Jalur Lingkar Jakarta:
Jl. Bandengan Utara (JPL No 2 di Km 2+823)
Jl. Bandengan Selatan (JPL No 3 di Km 2+850)
Jl. Tubagus Angke (JPL No 5 di Km 3+400)
KH Hasim Ashari (JPL No 31 di Km 4+400)
Pramuka 1 (JPL No 40A di Km 9+019)
Pramuka 2 (JPL No 40B di Km 9+051)
Jl. Letjen Soeprapto (JPL No 29 di Km 6+241)
Jl. Kramat Bunder (JPL No 30 di Km 6+275)
Jl. Angkasa (JPL No 14A dan JPL No 14B di Km 4+233)
Lintas Tanah Abang Serpong:
Pejompongan 1 (JPL No 42 di Km 10+374)
Pejompongan 2 (JPL No 42 di Km 10+374)
Lintas Manggarai - Bekasi :
Pondok Kopi Penggilingan Perlintasan Sebidang (JPL No 63)
Lintas Manggarai Bogor:
Jl. Lapangan Roos 1 (JPL No 14B di Km 11+890)
Jl. Lapangan Roos 2 (JPL No 14C di Km 11+894)
Kalibata Jl. Makam Pahlawan (JPL No 17 di Km 15+309)
Jl. Pasar Minggu (JPL No 20 di Km 19+096)
Jl. TB Simatupang (JPL No 20C di Km 20+785)
(edo/nwk)








































.webp)













 
             
  
  
  
  
  
  
 