"Data BPS menyebutkan 70 persen perokok berasal dari rumah tangga miskin. Sehingga diindikasikan yang menyebabkan kemiskinan di rumah tangga miskin adalah fluktuasi harga beras dan kedua konsumsi rokok. Karena dari data BPS menunjukkan salah satunya alokasi budgeting rumah tangga miskin adalah untuk rokok," ujar Tulus Abadi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/8/2016).
Fakta yang dibeberkan Tulus bukan berasal dari asumsi semata, namun berkat data konkret yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Tulus mengatakan saat ini keinginan untuk merokok berbanding lurus dengan keinginan untuk memenuhi kebutuhan primer seperti sandang pangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walau kenaikan harga rokok masih sebatas wacana, namun Tulus mengisyaratkan agar kebijakan tersebut dilakukan dengan tujuan memberikan edukasi kepada masyarakat, tak hanya dari segi kesehatan namun juga di segi ekonomi dan sosial.
"Konsumsi rokok bukan semata karena aspek kesehatan tapi juga sosial ekonomi sangat tragis, karena rumah tangga miskin justru alokasinya ke rokok dan ketika sakit mereka ingin disubsidi dengan BPJS," kata Tulus memberi contoh.
(rii/tor)