Detikcom bersama rombongan dari Disbudpar NTB berkesempatan mengunjungi salah satu pengembangan kuliner berbasis wisata di wilayah Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Rabu (24/8/2016). Tempat tersebut bernama Resto Apung Pulau Bungin yang menjadi tempat bermukim anak Suku Bajo.
![]() |
Untuk mencapai lokasi ini, jika anda berada di Kota Mataram, maka dibutuhkan waktu kurang lebih 5 jam melalui perjalanan darat. Hal itu dikarenakan pulau ini berada di kawasan Pulau Sumbawa dan untuk mencapainya anda musti menyeberang menggunakan kapal.
Rasa lelah di perjalanan tidak akan terasa karena pemandangan yang disuguhkan setelah anda menyebrang ke Pulau Sumbawa adalah pesisir pantai dengan warna air biru yang mencolok. Namun setelah memasuki area pesisir pantai menuju Pulau Bungin jalan akan sedikit rusak.
![]() |
Sebelum memasuki pulau reklamasi dengan jumlah penghuni terpadat ini, harus terlebih dahulu melewati jembatan yang sekaligus memisahkan teluk Bungin dengan laut lepas. Perjalanan selanjutnya akan memasuki desa yang sangat padat dan tentu dengan adanya kambing yang ramai berseliweran bahkan dengan santainya tidur di jalanan.
Keluar dari desa, perjalanan akan dilanjutkan menggunakan kapal motor modern berbahan plastik yang dapat memuat sekitar 10 orang. Kurang dari lima menit sampailah di tempat tujuan yaitu Resto Apung Pula Bungin sekaligus tempat Marine Aquaculture.
![]() |
"Ini namanya Marine Aquaculture atau budidaya perairan yaitu pusat pembudidayaan bibit ke pembesaran, serta tempat dari sakit ke karantina. Di sini tidak semua ikannya dikonsumsi. Ada juga ikan non konsumsi, seperti ikan hias, penyu, hiu, dan hewan air yang dilindungi," kata Ketua Pengelola Marine Aquaculture Pulau Bungin, Tison Sahabudin (27) memulai perbincangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Cerita awal pembuatan tempat ini karena kita mayoritas nelayan. Di nelayan ini ada sub-sub profesi tertentu. Yang memegang dominasi tertinggi di profesi ini adalah nelayan perikanan tangkap. Nelayan ini eksistensinya kita ragukan," jelas dia.
"Karena dia sifatnya eksploratif. Harus ada mata pencaharian yang menjawab persoalan kelanjutan dan eksistensi nelayan. Ketemu lah kita dengan cara budidaya," imbuh Tison tentang bagaimana kelompoknya menjawab tantangan perkembangan zaman sebagai nelayan lokal. (rni/rni)