Negara Myanmar saat ini sedang menuju sistem demokrasi setelah puluhan tahun berada di rezim militer. Saat Delegasi MPR berkunjung, Parlemen dan pemerintah Myanmar menyatakan keinginan mereka untuk belajar Demokrasi dari Indonesia.
Perwakilan MPR yang dipimpin oleh Wakil Ketua MPR Mahyudin melakukan kunjungan kenegaraan dan bertemu dengan Wapres II Myanmar, Henry Van Thio di Ibu Kota Negara, Nay Pyi Taw. Mereka juga mendatangi DPR dan DPD Myanmar di Kompleks Parlemen Myanmar, Kamis (25/6).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pertemuan tersebut, Delegasi MPR dan perwakilan Myanmar membicarakan soal peningkatan kerjasama di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Sudding menyebut, pihak Myanmar berharap agar hubungan kerjasama kedua negara bisa lebih intens lagi.
"Mereka juga sangat berharap agar Indonesia bisa menanamkan investasi di negara Myanmar. Ini negara baru yang ingin membangun era keterbukaan, mereka memberikan jaminan pengusaha yang investasi tidak akan melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan. Akan diberi banyak kemudahan-kemudahan," jelasnya.
Myanmar pun kini banyak mengadopsi sejumlah UU dari Indonesia. Untuk itu mereka berharap agar Indonesia mau membuka diri untuk memberikan pengalaman-pengalaman terkait proses demokrasi.
"Wapres meminta ruang agar stakeholder dapat meningkatkan kapasitasnya di bidang demokrasi. Dalam waktu dekat mereka akan kunjungan ke Indonesia, di situ lah bisa bertukar pengalaman. Bisa lewat banyak bidang. Melalui forum-forum," tutur Sudding.
Perwakilan DPD/MPR Myanmar mengaku masih harus banyak belajar soal proses legislasi. Sudding mengatakan, parlemen Indonesia akan membuka ruang jika memang mereka ingin belajar langsung melalui DPR.
"Hampir semua bisa, Komisi DPR saya kira juga bersedia memberi ruang. Bisa mereka memantau proses legislasi kita," kata Ketua Fraksi Partai Hanura di MPR itu.
Saat melakukan pertemuan di Kompleks Parlemen Myanmar, Sudding sempat menyoroti soal unsur kebebasan pers dan HAM. Sebab kedua hal itu merupakan dua faktor penting dalam sistem Demokrasi.
"Dalam penegakan demokrasi tidak terlepas dari pilar-pilar demokrasi parpol, dan salah satunya tidak bisa kita lupakan adalah peranan pers. Di Indonesia memberi ruang sebebas-besasnya bagi pers dalam memberikan informasi kepada masyarakat, keterbukaan memberi informasi kepada publik," ujar Sudding.
Pria yang juga menjabat sebagai pimpinan MKD itu pun bertanya peranan pers di Myanmar kepada Ketua Majelis Rendah/Pyithu Hluttaw (DPR) Myanmar, U Win Myint dalam kesempatan itu. Sudding juga menggarisbawahi mengenai penegakan HAM.
"Prinsipnya menjunjung tinggi HAM dalam proses demokrasi sangat penting, kami berharap Myanmar karena Myanmar bagian dari ASEAN juga, bisa melakukan hal yang sama," sebut dia.
U Win Myint memberikan tanggapan terhadap pertanyaan Sudding. Ia mengatakan pers di Myanmar saat ini sudah sangat bebas. Pihaknya menjamin kebebasan pers terhadap seluruh insan media.
"Contoh, kalau ada pertemuan di parlemen, semua pers tanpa batas bisa masuk. Dan setelah pertemuan bisa minta soft copy ke staf. Dan yang dilaporkan ke masyarakat disiarkan secara langsung. Saat pemerintahan ada pembangunan, media boleh datang dan ambil gambar," terang Myint.
"Dan buat kantor kehakiman, ketika ada sidang, pengadilan harus terbuka dan bisa dihadiri pers. Selama tidak mengganggu persidangan, media boleh menghadiri persidangan. Dari 3 lembaga ini, kami sudah memberikan kebebasan pada media," imbuhnya.
Delegasi MPR RI didampingi oleh Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Ito Sumardi, dalam pertemuan persahabatan itu. Selain Mahyudin, Delegasi MPR RI yang datang ke Myanmar adalah Ketua Fraksi NasDem MPR Bachtiar Aly, Ketua Fraksi PPP MPR Zainut Tauhid Saadi, Ketua Fraksi Hanura MPR Sarifuddin Sudding, Wakil Ketua Fraksi Gerindra MPR Andi Iwan Darmawan Aras. Juga anggota MPR RI perwakilan dari DPD, Delis Julkarson Hehi. (elz/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini