Kepala Daerah Kerja Makkah Arsyad Hidayat bercerita, jemaah non kuota kerap bermunculan sejak lama. Ketika dia menjabat 3-4 tahun lalu, masih ada kasus tersebut. Namun sejak setahun terakhir, dia menduga, fenomena ini sudah berkurang.
"Tahun lalu ada ditemukan jemaah nonkuota tidak memiliki tempat tinggal di Makkah. Lalu saat wukuf di Arafah, lalu di Mudzdalifah dan Mina, mereka masuk ke tenda-tenda jemaah dan malah membuat jemaah kita di luar," kata Arsyad saat berbincang dengan wartawan di kantornya, Kamis (25/8/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Arsyad, kini aturan itu semakin ketat dengan adanya sistem e-Hajj. Itu adalah aplikasi yang dibuat Pemerintah Saudi untuk mengatur pemberian visa haji bagi para jemaah, namun melalui mekanisme yang pasti. Intinya, para jemaah tak akan mendapat visa bila pemerintah atau agen travel belum melampirkan kontrak dengan penyedia transportasi, akomodasi dan konsumsi.
"Jadi orang yang tidak punya kelengkapan untuk berhaji. Visanya di Jakarta sudah disetop," terangnya.
Arsyad mengimbau agar para jemaah menggunakan cara-cara yang benar untuk berhaji. Tak perlu memaksakan diri menempuh jalur nonkuota, atau menjadi seorang backpacker. Apalagi sampai mengambil kuota lewat negara lain seperti terjadi di Filipina. Ada risiko hukum dan gangguan bagi jemaah lain di Saudi.
Selain itu, Arsyad berpendapat seharusnya masalah kuota ini juga menjadi salah satu syarat 'mampu berhaji' yang menjadi rukun dalam hukum berhaji. Selain kemampuan finansial dan kesehatan, sebaiknya syarat kuota juga jadi istita'ah.
"Ini pendapat saya, ada juga dasar hukumnya. Jadi kalau tidak mendapat kuota, belum terpenuhi syaratnya. Supaya orang tidak melakukan haji dengan berbagai cara, karena berbahaya," paparnya. (mad/slh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini