Hal ini dipertanyakan Komisi III DPR dalam rapat konsultasi dengan KY, di Ruang Rapat Komisi III, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (25/8/2016).
"181 Yang mendaftar menjadi calon hakim agung. Bagaimana KY menyeleksi dari mereka-mereka yang 'job seeker'? Data yang saya peroleh, ada job seeker di antara para pelamar ini," kata anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, Ichsan Soelistyo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Soal 'job seeker', ternyata sudah ada yang pernah mendaftar dan pada kesempatan sebelumnya tidak lolos," kata Aidul.
KY memang memperbolehkan orang untuk dua kali mendaftar berturut-turut. Bila tak lolos, maka harus ada selang sekali tak ikut pendaftaran calon hakim agung. KY juga punya data siapa-siapa saja nama yang terindikasi sebagai job seeker, yakni dari melihat informasi bahwa nama tersebut mendaftar ke berbagai instansi.
"Banyak hal. Kami punya data siapa yang mendaftar dan gagal pada bagian mana. Termasuk 'job seeker', misalnya dia pernah berkali-kali mendaftar ke KPK, ke Ombudsman. Kami perhatikan betul 'job seeker' semacam ini. Ini jadi pertimbangan agar kami tidak kecolongan terhadp para 'job seeker' ini," kata Aidul.
Ketua Bidang Rekruitmen KY Maradaman Harahap menjelaskan, sebenarnya pihaknya juga tidak diperbolehkan menghalang-halangi orang untuk mendaftar sebagai calon hakim agung, kecuali sebatas yang ketentuan dalam Undang-undang dan peraturan.
"Soal 'job seeker', memang KY tidak bisa melarang berdasarkan Undang-undang kalau mereka mendaftar. Kalau kita menolak, justru nanti dipermasalahkan," ujar Maradaman.
Secara umum, Wakil Ketua KY Sukma Violetta menjelaskan, dalam seleksi calon hakim agung ini KY juga mempekerjakan investigatornya guna mengecek langsung ke lapangan perihal kondisi calon. Dari situ diketahui integritas calon yang bersangkutan.
"Bahan-bahan tertulis yang bermanfaat bagi kami adalah analisis LHKPN dari KPK dan informasi lainnya dari PPATK," kata Sukma. (dnu/asp)











































