"Caranya dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas dari sumber daya polwan yang saat ini sudah dimiliki," kata Ari usai menggelar video conference dalam rangka Peringatan HUT ke-68 Polisi Wanita di Mabes Polri, Selasa (23/08/2016).
Ari menjelaskan, para bintara polwan yang telah direkrut tahun 2014 sebanyak 7.000 orang dan tahun 2015 sebanyak 2.100, akan mendapat penempatan pada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) sebagai bentuk perlindungan dan pelayanan atas kasus-kasus yang berkaitan dengan perempuan dan anak di tingkat polda hingga polsek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Foto: Suasana video conference di Mabes Polri (Idham/detikcom) |
Hingga saat ini, berdasarkan data yang tercatat di Bareskrim Polri, jumlah anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) pada tahun 2013, jumlahnya 5.593 anak. Pada tahun 2014, jumlahnya 4.453 anak dan tahun 2015 sebanyak 4.788 anak.
Data kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh Polri juga menunjukkan bahwa pada tahun 2013 telah terjadi sebanyak 2.761 kasus, tahun 2014 sebanyak 1.606 kasus, dan tahun 2015 meningkat menjadi 2.360 kasus.
Dari data itu, Ari percaya bahwa ini merupakan pembuktian lain bagi seluruh polwan untuk menunjukkan peran dan kemampuan lebih yang dimiliki sebagai aparatur negara.
"Peran Polwan sebagai bagian dari Korps Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dinilai memiliki perspektif sensitive gender, sangat tepat dipilih untuk menangani kasus-kasus yang melibatkan perempuan dan anak, baik yang menjadi korban maupun pelaku kejahatan secara profesional," sebutnya.
"Ini tentu saja ditujukan guna menghindari terjadinya pelanggaran HAM dan tindakan eksploitasi, serta diskriminasi yang dapat menimbulkan ekses trauma atau penderitaan yang lebih serius atau revictimisasi," sambungnya.
Tentu saja, lanjut Ari, dalam pelaksanaannya nanti akan dibantu oleh mitra polisi laki-laki (polki) sebagai tenaga operasional yang berfungsi untuk mengungkap kejahatan guna menemukan pelakunya. Lebih lanjut, tambah Ari, peningkatan kualitas polwan khususnya yang menangani perkara anak di setiap fungsi juga akan dilaksanakan.
"Jadi polwan di seluruh fungsi, mulai dari Reskrim, Lantas hingga Sabhara mesti lebih memahami juga mengenai sistem peradilan pidana anak (SPPA) itu seperti apa. Khususnya mengenai pelaksanaan diversi dalam penanganan peristiwa dengan mengutamakan pendekatan keadilan restoratif," ungkapnya.
Terkait dengan penegakan hukum, menurut Ari, kejahatan terhadap perempuan dan anak merupakan tindak pidana yang serius. Maka hukuman berat mesti dijatuhkan. Sudah saatnya seluruh pihak berani mengambil sikap serta keputusan saat terjadi peristiwa kekerasan terhadap perempuan juga anak. (idh/hri)












































Foto: Suasana video conference di Mabes Polri (Idham/detikcom)