Markus di Kejati Jakarta Dituntut 4 Tahun Penjara di Kasus PT BA

Markus di Kejati Jakarta Dituntut 4 Tahun Penjara di Kasus PT BA

Rini Friastuti - detikNews
Senin, 22 Agu 2016 17:33 WIB
Marudut (hasan/detikcom)
Jakarta - Makelar kasus (markus) di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta Marudut Pakpahan dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Marudut dianggap melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus penyimpangan dana PT Brantas Abipraya (PT BA) yang ditangani Kejati DKI tersebut.

"Terdakwa dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan. Memerintahkan terdakwa tetap berada di dalam tahanan" ujar JPU KPK Irene Putri saat membacakan tuntutan di PN Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Kemayoran, Senin (220/8/2016).

Dalam pertimbangannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menganggap Marudut tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, khususnya di lingkungan Kejaksaan Tinggi DKI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Perbuatan terdakwa merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum, khususnya kejaksaan. Sementara yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa menyesal dan berjanji untuk tidak mengulangi dan punya tanggungan keluarga," kata Jaksa.

Berbeda dengan Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno, Marudut menjalani sidang tuntutan sendirian karena merupakan pihak swasta yang tak berhubungan langsung dengan pihak PT Brantas Abipraya.

Walau begitu, dirinya dituntut dengan pasal yang sama dengan Sudi dan Dandung,yakni pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 jo padal 53 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.

Atas tuntutan tersebut, Marudut akan mengajukan pledoi atau pembelaan yang akan dilaksanakan pada Jumat (26/8/2016).

Dalam surat dakwaan Sudi dan Dandung, dipaparkan kesepakatan suap Rp 2,5 miliar berawal dari keinginan Sudi agar kasus dugaan korupsi anggaran PT BA sebesar Rp 7 miliar yang diduga dilakukannya dihentikan pihak kejaksaan.

Dandung diminta Sudi untuk mencari informasi ke Kejati DKI. Dandung kemudian mengetahui bahwa Kajati DKI Sudung Situmorang dekat dengan pihak swasta bernama Marudut. Sehingga pada 23 Maret 2016 sekitar pukul 09.00 WIB Marudut menemui Sudung Situmorang dan Tomo Sitepu di kantor Kejati DKI Jakarta dan menyampaikan keinginan Sudi.

"Sudung memerintahkan Marudut untuk membicarakan lebih lanjut dengan Tomo Sitepu," ujar jaksa saat membacakan dakwaan pada (22/6).

"... Selanjutnya Tomo Sitepu menyetujui penghentian penyidikan dengan syarat Sudi Wantoko memberikan sejumlah uang dan permintaan tersebut disetujui terdakwa (Marudut)," imbuh Jaksa.

Sudi menyetujui untuk memberikan Rp 2,5 miliar kepada Sudung dan Tomo. Pada 30 Maret 2016, Senior Manager Keuangan Kantor Pusat Joko Widiyantoro mengambil uang dari kas PT BA sejumlah Rp 2,5 miliar dengan cara mengeluarkan voucher pengeluaran sejumlah Rp 5 miliar untuk membiayai proyek Wisma Atlet C3 Kemayoran, Wisma Atlet C1 Kemayoran, dan proyek Rumah Susun Sulawesi 3 di Makassar.

"Sehingga seolah-olah pengeluaran uang tersebut untuk pembiayaan proyek, padahal sejumlah Rp 2,5 miliar ditarik kembali dan ditukarkan dalam pecahan dollar Amerika Serikat menjadi senilai USD 186.035 untuk diberikan kepada Tomo Sitepu dan Sudung Situmorang," jelas jaksa.

Sudi Wantoko, Dandung Pamularno, dan Marudut didakwa secara bersama-sama menyuap Sudung dan Tomo Rp 2,5 miliar. (rii/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads