Kiriman burung melalui kargo udara bermasalah tersebut ditemukan petugas Bandara Adi Sumarmo pada Sabtu (20/8) lalu dari penerbangan Bandara Kualanamu, Deli Sedang, Sumatera Utara. Sebuah peti besar yang dilengkapi surat karantina hewan menyebutkan bahwa dalam peti tersebut terdapat 87 ekor burung dari terdiri dari tiga jenis yaitu burung Kacer, Lovebird dan Cocak Ranting. Burung-burung tersebut dikirim oleh Joko Perdana di Medan kepada seorang bernama Harno di Solo.
![]() |
"Kami mencurigai peti yang cukup besar itu. Setelah kami dicek sesuai data yang tertera dengan fisik jumlah, ternyata tidak sesuai. Setelah kami cek ternyata isinya 332 ekor burung. Barang kargo itu tidak diserahkan kepada penerima karena dokumen kami anggap tidak valid," ujar Penanggungjawab Karantina Pertanian Bandara Adi Sumarmo, M Farid, Senin (22/8/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Burung-burung tersebut memang bukan termasuk burung yang dilindungi. Namun perlakukan dan proses pengirimannya dinilai menyalahi aturan yang berlaku. Sesuai UU No 16 Tahun 1992, pengirim bisa terkena hukuman 3 tahun penjara atau denda Rp 150 juta. Hal tersebut bisa dijeratkan jika pengirim terbukti sengaja melakukan pengiriman hewan tanpa surat kesehatan, tidak melaporkan pada petugas atau tidak melalui tempat yang ditetapkan.
![]() |
"Kami sudah memintai keterangan kepada Saudara Harno selaku pemesan. Dia mengaku memesan burung-burung itu lewat sistem online seharga Rp 150 juta. Namun karena data pengiriman tidak valid maka kami tidak bisa menyerahkan burung-burung kepadanya. Sedangkan proses hukum terhadap pengirim dilakukan di Medan karena diduga melakukan pelanggaran UU No 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan," ujar M Farid.
Karena pihak Karantina Pertanian Bandara Adi Sumarmo tidak memiliki fasilitas untuk merawat, hari ini burung-burung sitaan diputuskan untuk dititipkan perawatannya kepada Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ), Solo.
![]() |
"Kondisinya tidak semuanya sehat karena sempat diperlakukan tidak layak. Ketika tiba di TSTJ terdapat 167 ekor, sekarang tinggal 139 ekor yang hidup. Itupun puluhan burung Banyak yang lemas dan luka karena berkelahi. Untuk sementara dititipkan dulu di TSTJ, akan dipelajari apakah memungkinkan dibebasliarkan. Kalau hasil penangkaran maka harus lewat proses asimilasi dulu," ujar Joko Triono, Staf Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Surakarta. (mbr/hri)