Kepala Sektor Khusus Ali Nurokhim mengatakan, ada 23 personel yang bertugas membantu jemaah yang bingung mencari arah di sekitar Masjidil Haram. Mereka bekerja bergantian selama 24 jam, masing-masing 12 jam untuk melayani jemaah di beberapa pos jaga. Jemaah oleh para petugas ini dalam komunikasi radio disebut dengan kode 'butir merah putih'.
Dalam pelaksanaannya ternyata tidak mudah. Kadang mereka harus bolak-balik mengantar sampai lokasi tertentu, melayani sejumlah pertanyaan terkait lokasi, bahkan sampai ikut membimbing ibadah. Namun semua itu dijalani dengan penuh dedikasi, bahkan terkadang membuat mereka haru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya melihat mereka sudah tidak konsentrasi lagi dalam proses ibadah, karena mencari rombongannya. Karena keduanya lanjut usia, tidak mungkin melepas begitu saja. Setelah Salat Subuh, lokasi Mataf padat oleh jemaah yang tawaf. Tim Seksus pun mendampingi keduanya melaksanakan tawaf dan sai. Setelah selesai, baru mereka diantar ke terminal sesuai arah pulang ke pemondokannya," cerita Ali.
![]() |
Ada juga seorang istri yang terpisah dari suaminya usai thawaf. Sang istri yang berjalan tanpa alas kaki itu kemudian dibantu oleh Ali dan tim sampai akhirnya bertemu rombongan. "Ternyata sandalnya dibawa suaminya, akhirnya mereka ketemu lagi," terangnya.
Ali juga pernah membantu jemaah sakit yang kesulitan melakukan sa'i. Dia ikut mendorong jemaah tersebut menggunakan kursi roda lalu diantar sampai pemondokan.
Ali menilai, kasus jemaah bingung saat melaksanakan umrah perdana merupakan hal wajar, karena mereka memang baru datang ke Tanah Suci. Untuk itu, Ali mengimbau jemaah tidak perlu panik dan khawatir karena ada petugas haji yang siap membantu. "Tidak perlu ada kekhawatir salah jalan saat di Masjidil Haram, karena kami anggota Seksus Masjidil Haram siap melayani jemaah haji Indonesia selama 24 jam," tandasnya.
![]() |
Menangis karena Jemaah
Ipda Vivi Novianti dan Sertu Maryanti Oktavia, dua wanita yang ikut tergabung dalam tim seksus Masjidil Haram juga punya kisah tersendiri saat membantu jemaah. Keduanya yang berjaga di pos Marwah ini bahkan pernah dibuat haru.
Vivi berkisah tentang pertemuannya dengan jemaah yang benar-benar buta dengan kondisi Masjidil Haram. Jemaah tersebut tertinggal dari rombongannya. Jemaah tersebut tidak bisa berbahasa Indonesia, hanya berbahasa daerah. Bahkan masih bingung tata cara ibadah. "Di situ kita harus membimbing agar dia bisa melaksanakan ibadah umrahnya dengan sempurna," kenangnya dengan mata berkaca.
"Bapak yang saya antar itu merasa terbantu sekali dengan keberadaan kita di Masjidil Haram, dan itu merupakan hal yang luar biasa buat saya," tuturnya.
Kisah berbeda dialami Iptu Yanti. Saat itu dia bertemu dengan beberapa jemaah haji Indonesia yang terpisah dan tertinggal dari rombongannya. Mereka semua dalam keadaan lapar karena belum makan. Bingung dengan lingkungan barunya, mereka juga belum melaksanakan rangkaian ibadah umrahnya.
"(Karena mereka lapar) Kita antar ke sini (kantor Seksus) untuk diberikan makan terlebih dahulu. Setelah itu, baru diantar ke tempat tawaf dan sai untuk melaksanakan umrahnya. Lalu dipertemukan kembali dengan rombongannya," ceritanya.
(mad/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini