Dalam acara rapat antara Muassasah Asia Tenggara dan Panitia Penyelanggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi di Makkah, Jumat (19/8/2016) malam, suasana keakraban begitu terlihat. Walau para muassasah mewakili pihak Arab Saudi, namun wajah dan cara berkomunikasinya terlihat seolah tak ada jarak.
Di acara tersebut, tampil di depan para panitia adalah Kepala Daerah Kerja Makkah Arsyad Hidayat, Kepala PPIH Arab Saudi Ahmad Dumyati Bashori, Ketua Muassasah Asia Tenggara bernama Muhammad Amin Indragiri, dan pejabat Muassasah lainnya, seperti Khalid Al Manduri.
![]() |
Dalam sambutannya, Arsyad dan Dumyati menyampaikan dalam bahasa Arab Saudi. Sebaliknya, Muhammad Amin Indragiri menyampaikan pidato dalam bahasa Indonesia. Ini menunjukkan bagaimana kedua belah pihak sudah saling mengenal budaya masing-masing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amin punya garis keturunan Indonesia. Menurut Kadaker Makkah, nama belakang Indragiri merujuk pada daerah di Provinsi Riau. Sementara pejabat lainnya Khalid Al Manduri, berasal dari keturunan orang Madura, Jawa Timur.
Tak heran, dalam lanjutan sambutannya, Amin menyebut jemaah Indonesia bukan orang biasa. Hubungannya dengan para jemaah lebih dari sekadar pekerjaan, tapi juga hubungan darah dan hubungan keluarga.
![]() |
"Saya bilang hubungan kita sama jemaah haji Indonesia bukan yang biasa. Ada hubungan darah dan hubungan keluarga," tambah Amin.
Bukan hanya kedua pejabat itu saja yang memiliki darah Indonesia. Beberapa anggota muassasah lain yang berada dalam ruangan juga demikian. Bahkan menteri Haji Saudi Dr Mohammad Shalih bin Thahir Banten, memiliki garis keturunan Indonesia.
"Hubungan kita dengan jemaah haji Indonesia dan para petugas haji Indonesia adalah hubungan persekutuan. Maksudnya kita sama-sama datang untuk melayani jemaah haji Indonesia berdasarkan satu tangan, satu mata, dan satu hati," paparnya.
Arsyad mengatakan, di Saudi memang banyak orang keturunan Indonesia yang sudah tumbuh menjadi beberapa generasi kemudian menjadi sosok penting di pemerintahan. Mulai dari jenderal sampai pengurus haji, memiliki nama belakang yang biasanya menunjukkan daerah asal.
![]() |
"Dan mereka sangat bangga terhadap hal itu. Mulai dari Palembang, Banjar, Banten, Madura, ada semua. Kadang mereka tak bisa bahasa Indonesia, tapi bisa bahasa Palembang, Banjar dan Madura," cerita Arsyad.
Dengan adanya latar belakang yang sama, Arsyad berharap ini bisa mempengaruhi pelayanan terhadap jemaah.
(mad/jor)