Melalui festival Indonesia ini KBRI Moskow yang dipimpin oleh Dubes Wahid Supriyadi ingin memperkenalkan budaya, kerajinan, komoditas, sampai pariwisata Indonesia ke publik Rusia. Penyelenggaraan Festival Indonesia 2016 ini bertemakan "Visit Wonderfull Indonesia: Bali and Beyond". Festival ini akan digelar di Hermitage Garden yang merupakan taman terbesar di Kota Moskow pada 20-21 Agustus 2016.
Festival ini digelar di taman terbuka dengan fokus panggung kesenian yang dikelilingi stand peserta dari seluruh Indonesia. Kegiatan ini melibatkan peserta Indonesia yang terdiri dari instansi pemerintah pusat dan daerah, pihak swasta, serta peserta asing yang antara lain pengusaha Rusia di bidang perdagangan, investasi, pariwisata, pendidikan yang terkait dengan Indonesia.
![]() |
Kepala Prodi Hubungan Internasional FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Prof Dr Andrik Purwasito DEA (60) ikut dilibatkan dalam kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan hubungan bilateral antara Indonesia dengan Rusia khususnya di tingkat people to people. Andrik diminta mengajarkan musik jawa kepada orang Rusia, jadi dalang di pagelaran wayang kulit di Hermitage Garden, dan mengajarkan karakter falsafah wayang di sekolah Indonesia di Moskow.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Di sela-sela kesibukannya melatih orang Rusia bermain gamelan, menari, dan belajar jadi dalang, Prof Andrik sempat bercerita panjang lebar soal pengalamannya keliling dunia berdiplomasi budaya. Andrik punya tiga cara diplomasi yang menarik, dari urusan perut, menggunakan wayang, sampai membatik. Semua ia lakukan sendiri dan dia punya beberapa paten terkait tiga diplomasi itu.
"Diplomasi itu kan mencapai kepentingan nasional di luar negeri. Nah untuk mencapai kepentingan nasional itu beraneka macam, ada politik, ekonomi, militer, budaya. Selain ekonomi kita juga ingin luar negeri mengenal Indonesia itu melalui budaya. Dalam budaya itu keahlian yang kami miliki adalah gastrodiplomasi, diplomasi menggunakan makanan, masakan. Kemudian diminta Kemenlu mengkaji diplomasi berbasis gastrodiplomasi," kata Prof Andrik kepada detikcom di Wisma KBRI Moskow, Sabtu (20/8/2016).
![]() |
"Gastrodiplomasi tidak hanya bahan makanan, tapi juga rempah-rempah, bahan pangan, produk perikanan, produk pegunungan, produk sawah. Jadi tidak hanya membuka gerai makanan di luar negeri tapi juga menyangkut ekspor bahan kebutuhan pokok pangan yang dibutuhkan di luar negeri. Mengapa ini penting seharusnya sudah sejak Indonesia berdiri sehingga kini melihat restoran Indonesia di mal-mal produk kita dijual. Tapi kalau anda ke Rusia nyaris tidak ada, di Jepang nggak ketemu, Bulgaria, Rumania, Moldova nggak ketemu. Di beberapa kota besar di Inggris juga nggak ketemu masakan Indonesia. Di Paris ada tapi tidak merepresentasikan masakan Indonesia seperti Thailand, China, Italia, dan lainnya," paparnya.
Diplomasi urusan perut ini menurut dia sangat penting karena bakal jadi lokomotif diplomasi ekonomi "Karena dari makanan ini akan terkait dengan produk-produk Indonesia ke dunia internasional," katanya.
Terkait Gastrodiplomasi ini, Prof Andrik kebetulan juga ahli masak. Diabahkan sampai mematenkan nasi goreng Brontoyudho dan sate komboi.
"Nama Brontoyudho itu historis dari sebuah kebudayaan yang besar. Peperangan Pandhawa melawan Kurawa nah makan itu seperti perjuangan hidangan ini tidak mudah. Kedua sate komboi ini representasi produk laut, peternakan, dan pertanian," katanya.
![]() |
Selain dengan 'diplomasi perut', Prof Andrik juga menjadikan batik sebagai alat diplomasinya. "Kami memberikan sosiasiasi ke beberapa negara, terakhir di Jepang. Itu memperkenalkan kepada publik jepang di Kurume dan saya mengajari mbatik. Mereka memainkan canting dan saya membawakan batik yang mentah saya separo sampai yang jadi proses yang panjang itu supaya mereka tahu sulitnya batik handmade tapi juga saya kasih tahu ada printing ada cara-cara yang luar biasa banyak," kata Andrik.
"Syukur Alhamdulillah satu batik lukis saya bias laku cukup tinggi jutaan rupiah. Batik saya juga banyak ditembaki (dibajak) di Solo. Batik motif ketela ini adalah batik kreasi saya dan suatu hari akan saya patenkan juga," kata Andris seraya menggelar sejumlah batik koleksinya.
Nah Prof Andrik juga dikenal sebagai dalang. Ia kerap menggunakan wayang untuk berdiplomasi. Prof Andrik pertama kali mengenalkan wayang dalam diplomasinya pada tahun 1988. Kala itu Prof Andrik tinggal enam tahun di Paris, Prancis, di tengah menyelesaikan studi S2 dan S3 nya di sebuah universitas di Paris.
![]() |
"Ketiga kami mengenalkan kebudayaan dan kepribadian bangsa kita melalui wayang. Wayang itu bukan sekedar memainkan tokoh-tokoh di dalamnya tapi unsur filosofisnya sangat tinggi. Saya mengajar di universitas terkenal di Bulgaria, bagaimana wayang ini merepresentasikan kepribadian. Kita melatih, kemudian workshop, kemudian melakukan pentas. Saya pernah menjelaskan Pancasila di Buchares Rumania, mereka tertegun kok ada Pancasila yang berada di tengah-tengah kapitalis," kenangnya.
"Di Bulgaria saya ndalang dalam bahasa Inggris, jadi bahan ketawaan luar biasa. Saya di kota-kota besar di dunia selama satu minggu sampai berbulan-bulan mengajarkan filosofi wayang dan cara nabuh gamelan itu saya ajarkan ke penduduk setempat. Setelah bisa baru kita pentaskan," papar Prof Andrik.
Ada kisah menarik saat Prof Andrik berdiplomasi dengan wayang. Antara lain saat ia melatih orang-orang asing menabuh gamelan dan lainnya. Menjelang festival Indonesia di Moskow ini Prof Andrik melatih warga Moskow menari reog, menarik klasik, nyinden, sampai ndalang.
![]() |
"Ketika nabuh gamelan tidak semua ditabuh, jadi bingung marah dan keluar. Tapi setelah itu saya kasih tahu bahwa filosofi menabuh gamelan adalah suatu kebersamaan dan harus harmoni. Jadi harus patuh kepada guru, temponya ada dan lain-lain. Ya akhirnya mereka ikut dan bilang keren. Jadi wayang ini betul-betul untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan jadi diplomasi tersendiri," pungkasnya mengakhiri cerita.
(van/jor)