"Ketiga persoalan tersebut yaitu kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan sosial," ujar Wakil Tetap Republik Indonesia untuk PBB dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Jenewa Dubes Triyono Wibowo kepada detikcom Den Haag, Jumat (19/82016).
Sebelumnya dalam pidato amanat upacara bendera HUT ke-71 Kemerdekaan RI, Dubes juga menyampaikan bahwa Indonesia memerlukan terobosan untuk mengatasi tiga persoalan besar tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kaitan ini, lanjut Dubes, kebesaran dan kejayaan suatu bangsa atau negara tidak semata-mata ditentukan oleh kekayaan alam yang melimpah, jumlah penduduk yang besar atau pun wilayah laut dan darat yang luas.
"Melainkan oleh kerja keras dan kerja nyata dari seluruh komponen bangsa," demikian Dubes.
3 Persoalan Itu
Dengan memakai metode penghitungan Index Kemiskinan Multidimensi yang parameternya lebih realistis, pada tahun 2014 tercatat sebanyak 80 juta penduduk Indonesia masih berada di bawah garis kemiskinan.
Terkait dengan tingkat pengangguran, meskipun terdapat penurunan angka pengangguran secara umum, terjadi peningkatan angka pengangguran pada penduduk Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran mengalami penurunan, yaitu dari 7,45 juta pada Februari 2015 menjadi 7,02 juta pada Februari 2016, namun di kalangan lulusan pendidikan tinggi angka pengangguran meningkat menjadi 6,22%, dari sebelumnya 5,34%.
Mengenai tingkat kesenjangan sosial, dengan menyitir Rasio GINI yang menunjukkan ada peningkatan dari 30 pada tahun 2000, menjadi 41 pada tahun 2015, menempatkan posisi Indonesia sejajar dengan beberapa negara yang tergolong sebagai least developed countries (negara-negara kurang berkembang, red).
Data Bank Dunia juga menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum bisa dinikmati oleh seluruh warganya.
Upacara peringatan HUT ke-71 RI di Jenewa dimeriahkan oleh putra-putri Indonesia untuk paduan suara dan Paskibra. Pembacaan naskah proklamasi dilakukan oleh Pendeta Ester Widiasih PhD, tokoh masyarakat Indonesia dari organisasi World Council of Churches. (es/hri)











































