"Pak Wapres mengingatkan pentingnya promotif dan preventif untuk kemudian pemanfaatan ini justru jangan jadi kebanggaan. Banyak orang sakit itu menjadi indikator bagaimana program promotif preventif (berjalan)," ujar Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris usai menemui Wapres JK di kantornya, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (19/8/2016).
Pelayanan promotif preventif ini meliputi kegiatan penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar termasuk program pengelolaan penyakit kronis/prolanis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angka tinggi ini menurut Fahmi belum ideal. Sebab hal tersebut menunjukkan banyaknya orang sakit yang kemudian bergabung dalam program BPJS.
"Kita harus upayakan semakin sedikit orang sakit, program ini semakin bagus. Jadi pesan Beliau (Wapres JK) aktifkan program ini," imbuhnya.
Dalam pertemuan bersama JK, direksi BPJS juga melaporkan kondisi keuangan dari iuran peserta yang dikalkulasi Dewan Jaminan Sosial Nasional dengan jumlah pengeluaran BPJS.
"Masyarakat tidak mampu iurannya minimal Rp 36 ribu, sedangkan kekuatan fiskal pemerintah tahun ini mengalokasi untuk 3 ribu. Artinya sudah ada mismatch (ketidaksesuaian), sudah ada gap sekitar 13 ribu. Ini akan jadi persoalan," sambungnya.
Untuk menutupi ketimpangan iuran dengan pengeluaran, BPJS Kesehatan membutuhkan danai Rp 6,8 triliun. Defisit ini akan ditutupi dengan suntikan dana atau Penyertaan Modal Negara (PMN).
"Hitungannya untuk DJKSN untuk masyarakat miskin itu Rp 36 ribu. Tapi kemampuan pemerintah fiskalnya Rp 23 ribu. Jadi ada gap Rp 13 ribu. Seperti yang didiskusikan di DPR masuk dana PMN. Prediksi kita hitung dengan Kemenkeu itu Rp 6,8 triliun," sebutnya.
(fdn/bag)











































