Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan bahwa langkah tersebut tidak mengakar pada titik persolan. Langkah itu malah jadi kontroversi.
Menurutnya, jika tindak pidana korupsi merupakan problem utama bangsa, seharusnya para koruptor tidak mendapatkan kemudahan remisi. Malahan, ia meminta, koruptor diberikan sanksi yang lebih maksimal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu diucapkannya usai membuka Rakernas I Majelis Pelayanan Sosial Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang digelar di Hotel Grand Cempaka, Jl. Letjen R. Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Ia menambahkan bahwa pemberian remisi mestinya dipilih-pilih meskipun semua orang punya hak untuk mendapatkan.
"Nah, tentu yang remisi itu harus dipilih-pilih betul. Mereka yang jadi justice collabolator itu (yang pantas terima). Memang semua orang punya hak untuk menerima remisi," kata Haedar.
"(Namun) kejahatan-kejahatan yang lebih besar seperti korupsi, narkoba dan kejahatan kekerasan yang sadis memang seharusnya tidak memperoleh remisi. Sebagai bagian komitmen pemerintah untuk berpihak pada penegakan hukum yang lebih tegak," imbuhnya.
Terkait alasan pemberian remisi karena lapas sudah hampir penuh, Haedar berpendapat seharusnya dilakukan pencegahan sedari awal. Dengan perbaikan sistem hukum, maka tidak jadi banyak penjahat. Ia juga melihat opsi dibangunnya lapas yang lebih banyak di Indonesia.
"Ya logikanya, mestinya bukan itu. Supaya (di) lapas tidak banyak, maka pencegahan harus ditingkatkan dan penindakan ditegakkan, sehingga tidak ada yang dipenjara. Kalau (ingin) lapas tidak penuh, malah sebaiknya ada pencegahan. Agar (orang) tidak jadi penjahat. Karena lapas dimana pun, untuk kondisi penduduk Indonesia yang sebanyak ini memang harus diperbanyak," ucap Haedar.
(hri/hri)











































