Tangkal Radikalisme di Poso, BNPT Lakukan Pendekatan Persuasif

Tangkal Radikalisme di Poso, BNPT Lakukan Pendekatan Persuasif

Aditya Fajar Indrawan - detikNews
Kamis, 18 Agu 2016 15:16 WIB
Foto: Muhammad Iqbal
Bogor - Jumlah anggota kelompok Santoso terus berkurang. Kepala BNPT Suhardi Alius menyebut pihaknya akan mengambil langkah persuasif agar anggota Santoso yang tersisa menyerahkan diri.

"Operasi Tinombala masih berjalan, Polri dan TNI juga masih berupaya dalam rangka persuasif agar situasi menjadi aman. Dari BNPT dan Komnas HAM sendiri beberapa minggu lagi juga akan ke sana mengimbau warga memberikan pemahaman pencegahan terorisme agar tidak berkembang di sana," ucap Suhardi usai menandatangani MoU dengan Komnas HAM di kantornya di Komplek IPSC, Jl Anyar, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/8/2016).

Di samping itu, kata Suhardi, terkait kabar warga yang akan mengibarkan bendera ISIS di Gunung Sindoro. Ia mengaku pihaknya tak pernah berhenti untuk melakukan pencegahan benih-benih terorisme.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita tidak pernah berhenti untuk melakukan pencegahan, seperti benih-benih radikal di Batam, jaringan Nur Rohman, dan apa yang terjadi di Gunung Sindoro. Kita tahu sel-sel radikalisasi ini terus bergerak, untuk itu faktor pencegahan kita lakukan guna memferivikasi dan mereduksi benih-benih paham radikal ini tumbuh," jelas Suhardi.

Memfilter Paham Radikal

BNPT terus melakukan upaya pencegahan paham radikal agar tidak berkembang pesat di Indonesia. Salah satu upayanya menelusuri aliran dana para teroris dan berkoordinasi dengan pihak terkait agar paham radikal tidak menyebar.

"Kita terus telusuri, karena aliran teroris funding ini dari mana. Kejadian di Gunung Sindoro ini juga salah satunya karena amaliyah-amaliyah yang ada, jadi upaya kita sejak dini mungkin untuk memagari diri dan memfilter paham-paham yang masuk," sebut Suhardi.

Terkait upaya deradikalisasi yang dilakukan BNPT, Suhardi menyebut media sosial bisa menjadi salah satu cara pemerintah agar memfilter paham radikal agar tidak berkembang.

"Teknologi IT lewat sosial media ini yang bisa kita lakukan untuk pencegahan dengan cara memverifikasi dan memfilter paham yang masuk. Keluarga, lingkungan sekolah bisa juga menjadi sarana untuk membangun kesadaran agar paham radikal tidak berkembang pesat," jelasnya. (adf/hri)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads