"Saya baru setahun di Komisi V, istilah (dana aspirasi) itu sudah ada," ujar Damayanti saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (15/8/2016).
Dia juga menceritakan awal mula adanya dana aspirasi untuk proyek jalan di Maluku tersebut. Damayanti mengatakan ada rapat tertutup dengan istilah 'setengah kamar' yang dilakukan oleh pimpinan Komisi V dan pihak Kementerian PUPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari rapat itu muncul juga beberapa istilah lain seperti jatah nilai pagu anggaran, yang dapat dinegosiasikan anggota Komisi V untuk program aspirasi.
"Ada kesepakatan, anggota dapat jatah aspirasi Rp 50 miliar ternyata jatah pimpinan Rp 450 miliar," ujar Damayanti.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Damayanti menerima suap sebesar Rp 8,1 miliar. Uang itu diterima Damayanti dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Pemberian uang bertujuan agar Damayanti dapat mengusahakan proyek pembangunan jalan di Provinsi Maluku dan Maluku Utara masuk ke dalam program aspirasi Komisi V DPR yang dicairkan melalui Kementerian PUPR.
Atas perbuatannya, Damayanti didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi(UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
(rni/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini