Yoyok mengatakan seorang kepala daerah dituntut untuk dapat menjalankan berbagai peran dalam pelayanannya. Kepala daerah juga memiliki tugas yang diamanatkan undang-undang yaitu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan.
"Untuk menjadi pemimpin harus mampu belajar menjadi semuanya. Belajar menjadi seperti guru, kakak, teman dan sebagainya bagi birokrasi dan masyarakat. Karena tugas yang diamanatkan oleh undang-undang kepada kepala daerah hanya dua, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan," kata Yoyok dalam talkshow Revolusi Mental Indonesia Melayani di Gereja Santo Paskalis Jakarta Pusat, Sabtu (13/08/2016) kemarin dan dikutip dalam siaran persnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya bukan orang paling pintar dan mengawali masa jabatan tanpa pengalaman birokrasi dan ilmu pemerintahan yang mumpuni. Saya pergi Ke Mbak Risma untuk belajar sistem pengadaan. Setelah dilantik, saya langsung pergi ke Solo menemui Mas Jokowi belajar perizinan satu pintu," tutur Yoyok.
Dari pengalamannya, lanjut Yoyok, belajar dari kepala daerah lain ternyata membawa dampak positif. Contohnya setelah berguru ke Wali Kota Surabaya, ilmu yang diterapkan ternyata membuahkan berbagai penghargaan untuk Kabupaten Batang. Dan menurut Yoyok yang terpenting kini warga Batang punya kebanggan.
"Sayangnya di penghargaannya tidak ada tulisan, 'ini penghargaan hasil nyontek dari Risma'. Jadi, kenapa harus malu. Kerja melayani rakyat itu bukan untuk terlihat hebat, tapi rela tidak dipuji saat berhasil, rela dicaci maki saat gagal," tegasnya.
Sementara itu, dalam diskusi yang sama, aktivis HAM Romo Benny Susetyo mengatakan seorang pemimpin harus bisa menyelesaikan persoalan dirinya sendiri sebelum melayani.
"Jika seseorang belum selesai dengan dirinya, tidak bisa menjadi pemimpin. Seorang pemimpin yang baik harus benar-benar memberikan pelayanan dengan hati dan manusiawi kepada masyarakat. Melakukan revolusi mental tanpa hati, tidak ada artinya," kata Romo Benny.
Hal senada juga diungkapkan Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo. Menurutnya manusia itu pada hakekatnya ingin berkuasa, bukan melayani. Sementara itu, lanjut Mgr. Ignatius Suharyo, seseorang bisa memberikan pelayanan jika mampu bekerjasama.
"Melayani itu bertentangan dengan hakekat manusia. Manusia itu ingin berkuasa," katanya.
"Berkelahi itu gampang, tidak perlu latihan. Semakin tidak latihan, semakin seru. Hal paling susah adalah kerja sama. Makanya, itu perlu dipupuk terus-menerus," tandas Mgr. Ignatius Suharyo. (alg/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini