"Saya sangat menikmati membaca tulisan tulisan Bung Hatta, dan tulisan tentang Bung Hatta. Tidak ada satu pun buku tentang Bung Hatta yang saya lewatkan. Saya punya koleksi lengkap buku-buku Bung Hatta, termasuk otobiografi yang terbit beberapa waktu lalu," kata Sudirman Said usai peluncuran buku Mohammad Hatta 'Daulat Rakyat dan Ekonomi Rakyat' di Jalan Diponegoro No 57, Menteng, Jakarta Pusat.
Sudirman memuji sosok Bung Hatta sebagai negarawan yang ideal. Kemampuan intelektual yang dimiliki Bung Hatta digunakan dalam perjuangan nyata membangun Republik Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sosok Bung Hatta menurut Sudirman harus menjadi panutan di tengah kondisi saat ini. Para pemangku kepentingan di negeri ini harusnya bekerja nyata seperti Bung Hatta, bukan membiasakan diri dengan sikap pragmatisme.
"Kita amat kekurangan negarawan sehebat Bung Hatta, kalau tidak bisa kita katakan langka. Apalagi di masa sekarang yang amat didominasi oleh pragmatisme. Jangan lupa Hatta adalah juga seorang pemimpin politik. Dan kita harus prihatin karena politik hari ini sepi dari pikiran-pikiran besar, sebagaimana para pendiri bangsa telah mencontohkannya," papar Sudirman.
(Baca juga: Buku Bung Hatta 'Daulat Rakyat dan Ekonomi Rakyat' Diluncurkan)
Buku Daulat Rakyat dan Ekonomi Rakyat merupakan kumpulan tulisan tangan Bung Hatta pada tahun 1931-1934. Buku yang dulunya menggunakan ejaan lama kemudian disadur ulang oleh Zulfikar Yusuf.
![]() |
Sebagai negarawan, Bung Hatta sambung Sudirman membaca, berpikir, menulis, dan menggelorakan perjuangan sejak belia hingga akhir hayatnya.
"Tampak jelas dari tulisan-tulisannya yang penuh dengan kalimat bertenaga. Beliau tentu seorang yang amat kuat bacaannya, tidak saja buku dan literatur tetapi juga membaca tanda tanda zaman. Tidak mungkin seseorang menulis dengan baik kalau tidak rajin membaca," tutur Sudirman.
Peluncuran buku ini dihadiri oleh tokoh-tokoh nasional seperti Wakil Ketua DPR Fadli Zon, mantan Mendikbud Muhammad Nuh, Sudirman Said, mantan Mendikbud Daoed Joesoef, mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, sejarawan Anhar Gonggong termasuk Sajidiman Surjohadiprojo. (asy/fdn)