Psikolog: Guru dan Orang Tua Murid yang Gunakan Kekerasan Sama-sama Salah

Psikolog: Guru dan Orang Tua Murid yang Gunakan Kekerasan Sama-sama Salah

Yudhistira Amran Saleh - detikNews
Sabtu, 13 Agu 2016 16:37 WIB
Foto: Ilustrasi oleh Edi Wahyono
Jakarta - Guru SMKN 2 Makassar bernama Dasrul mendapat bogem mentah dari orang tua murid di dalam lingkungan sekolah. Pelaku bernama Ahmad Adnan diketahui merupakan orangtua Alif Syahdan, kelas 2 jurusan Gambar II.

Psikolog Anak dan Remaja Universitas Indonesia Ratih Zulhaqqi menilai bahwa kasus antara murid, orangtua, dan guru tersebut seperti lingkaran setan. Guru menampar muridnya sementara itu orangtua murid tidak terima anaknya ditampar.

"Kalau dari berita yang saya dengar, gurunya sempat menampar anaknya karena berbicara kasar. Di sini perlu ditekankan baik orang tua dan guru tidak boleh bicara kasar. Tapi inikan kayak lingkaran setan. Orang tua juga merasa kesal kenapa anaknya diberi kekerasan fisik oleh guru," kata Ratih Zulhaqqi saat dihubungi detikcom, Jumat (12/8/2016) malam sekitar pukul 20.20 WIB.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini bisa memberikan efek ke kedua belah pihak, baik kepada anak dan gurunya. Dua-duanya, kontrol emosinya rendah. Mungkin malah ketiganya rendah," lanjutnya.

Ratih juga menjelaskan atas dalih apapun, sebenarnya di dalam dunia pendidikan dilarang menggunakan kekerasan. "Mungkin kreativitas seorang guru musti harus dibenahi dalam mendidik," ucap Ratih.

Perihal saling adu antara guru dengan orangtua siswa, Ratih menganggap keduanya sudah seperti dalam permainan. Saling lapor menurutnya bukan cara menyelesaikan masalah.

"Saya melihatnya bukan sebagai psikolog ya, sudah ya satu sama satu. Sebaiknya jalur yang ditempuh jalur kekeluargaan," imbuh lulusan Magister Profesi Klinis Anak Universitas Indonesia ini.

Menurut Ratih lewat jalur kekeluargaan sebenarnya lebih baik dibanding melalui jalur hukum. Saat ini, lanjutnya keduanya sebaiknya harus menyadari kesalahan masing-masing.

"Tapi kalau yang saya nilai, sebelum menempuh jalur hukum, melapor itu sebenarnya tidak menyenangkan. Misal membuat BAP, harus berkali-kali datang. Sebaiknya diselesaikan secara kekeluargaan. Atau mungkin keduanya perlu menyadari kesalahan masing-masing," tutur Ratih.

Terakhir, Ratih menegaskan bahwa tidak ada yang benar. Baik gurunya, murid ataupun orang tuanya.

"Sekarang tidak ada gunanya siapa yang paling benar. Karena dua-duanya itu melakukan kesalahan," tutupnya.

(yds/tor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads