"Sudah sebulan dari peristiwa 'Kamis Berdarah', belum ada itikad baik dari RS Harapan Bunda. Kami sudah melapor ke berbagai LSM. Ada satu kesimpulan kenapa hal ini sulit diberantas. Yaitu dari hulunya, entah dari Kemenkes atau POM," kata August Siregar, dari Aliansi Keluarga Korban Vaksin Palsu di YLBHI, Sabtu (13/8/2016).
Menurut dia, semestinya vaksin palsu tidak terjadi kalau Kemenkes dan POM bekerja sungguh-sungguh sebagai pihak pengawas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara dr Marius dari Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) menyampaikan bahwa Satgas tidak berjalan efektif karena diduga yang mengetahui vaksin palsu selama ini beredar malah duduk di kursi Satgas.
"Serius atau tidak pemerintah mengenai hal ini? Contohnya ketika pemerintah ngomong 'tidak apa-apa', tidak apa-apa bagaimana? Statemen ini simpang siur.
Satgas yang ada dari orang-orang mereka juga. Atau perlu kita bentuk Satgas lagi? Dari LBH, KontraS, untuk Satgas tandingan? Apa hasil Satgas sekarang? Tidak ada kan? Jangan masyarakat dibuat bingung. Jangan bilang 'tidak apa-apa', coba mau nggak mereka disuntik pakai vaksin palsu?" tegas dr Marius.
Pendapat senada datang dari aktivis KontraS, Rivanlee. Menurut dia, dalam kasus RS Harapan Bunda saja terjadi kesimpangsiuran informasi. Tidak jelas vaksin palsu jenis apa yang dipakai ke pasien. Dan ini karena Satgas yang hanya sibuk meredam isu dengan alasan masyarakat tak panik.
"Kami melihat tidak ada keterbukaan dari kemenkes dan Satgas. Kami mengambil kesimpulan, ada ketakutan-ketakutan yang kita nilai dari ketertutupan Menkes dan Satgas," tutupnya. (dra/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini