Pada bagian yang lebih tipis dan melengkung atau bengkok itu disebut dengan kiling lanang. Sementara kiling wadon memiliki bentuk yang lurus.
Rupanya untuk membuat lengkung pada kiling lanang membutuhkan keahlian khusus, bila salah membuatnya kiling tersebut malah mudah patah. Hal itu diungkapkan oleh salah satu perajin kiling yang ada di Banyuwangi Ardi (54).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Struktur kayu harus lurus dan tua, seperti buatan saya ini kalau dipegang kiling lanangnya enggak patah. Ini bikinnya ada rahasianya," katanya.
![]() |
Ardi kemudian menjelaskan beberapa komponen yang ada pada bilah kiling, diantaranya adalah selut, kolok, teblok dan panjeran. Selut inilah ketika kiling berputar sebagai sumber kokok (suara), diameternya pun harus sama dengan lebar bodi kiling wadon agar seimbang.
"Pada bagian selut terdapat lubang-lubang kecil yang biasa diberi kemiri ketika berputar supaya keluar minyak. Hal ini supaya selut tidak mudah terbakar karena terus berputar," jelasnya.
Dalam waktu sepekan Ardi mampu menyelesaikan pesanan satu kiling. Hanya saja agar kiling bisa mengeluarkan kokok yang enak didengar Ardi membutuhkan waktu minimal selama setahun.
"Bikin kiling itu seminggu selesai tapi mengenakkan suaranya itu yang lama, satu tahun belum tentu berbunyi. Perlu dicoba saat musim angin," jelasnya.
![]() |
Bapak dua anak ini merupakan generasi ketiga salah satu pembuat kiling di Banyuwangi. Berawal dari hobby, Ardi remaja belajar secara otodidak saat kakeknya membuat kiling.
"Mulanya senang tapi enggak punya duit buat beli kiling, jadi belajar dari simbah. Waktu itu ikut-ikutan simbah saja. Belajar diikuti senang jadi wes," katanya.
Ardi pun masih menyimpan kiling yang pertama kali dibuatnya. Kiling yang diberi nama Si Mangir itu sudah tersohor karena suaranya yang enak didengar.
"Si Mangir ini kiling pertama saya, dibuat dari kayu Mangir yang tidak biasa digunakan untuk kiling. Panjangnya 1,5 depa. Tidak saya jual karena untuk kenang-kenangan," katanya.
Tidak ada pakem khusus untuk ukuran panjang kiling. Ardi menyebut ukuran itu disesuaikan dengan permintaan dari pembeli.
"Ukuran panjang kiling nggak ada pakemnya. Pakai ukurannya depa biasanya paling panjang 4 depa (7 meter)," katanya.
Bengkel kerja Ardi terletak di belakang rumahnya. Bengkelnya sederhana berukuran sekitar 8X4 meter dan berada satu area dengan kandang sapi. Dari bengkel inilah dia mengklaim sudah membuat puluhan kiling bahkan salah satunya menghiasi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta.
"Saya sudah mengerjakan banyak pesanan orang di sekitar Banyuwangi. Tahun berapa pernah saya kasih 13 kiling waktu acara selametan adat di TMII," kenangnya.
![]() |
Di bengkel itu pula Ardi mengerjakan pesanan kendang dan angklung seorang diri. Saat ini tak banyak perajin yang masih membuat kiling di Banyuwangi berangkat dari keprihatinan itulah dia membuka diri bagi anak-anak muda yang mau belajar.
"Semua dikerjakan sendiri, anak-anak di sini enggak ada yang bisa. Bisa dibilang mungkin tinggal saya yang buat kiling, senior-senior sudah meninggal. Kadang ada anak-anak muda yang belajar di sini kalau minta diajari ya diajari," katanya.
Saat ini pamor kiling tak seterang dulu, pemasukannya pun terbantu dengan penjualan kendang atau angklung. Sementara itu harga yang dibanderol pun menyesuaikan pesanan dan bahan yang digunakan.
"Kalau buat kiling paling mahal Rp 300 ribu, kendang dari harga Rp 150 ribu-900 ribu. Sebulan bisa Rp 2 juta kadang kurang kadang juga lebih, yang pokok tetap ke sawah," cetusnya. (ams/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini