Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dir Tipideksus) Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan ada beberapa alasan tidak dilakukan penahanan. Dia menyampaikan alasan itu dalam Dialog Polri yang bertajuk 'Kupas Tuntas Vaksin Palsu' di Kopi Boutique, Jl Ampera, Jakarta Selatan, Kamis (11/8/2016).
"Dalam proses penegakan hukum itu selalu berdasarkan bukti. Kalau kita tidak punya bukti apapun jangan coba-coba menahan orang. Dan omongan seseorang itu jangan pernah dijadikan bukti," kata Agung yang mengenakan kemeja merah itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada dokter, fungsi distributor dan lainnya juga. Satu (tersangka) kemarin kita bantarkan karena sakit. Itu satu bidan sakit, ada gangguan di kesehatan yang cukup parah. Ke rumah sakit untuk menjalani pengobatan," ujar Agung.
Tidak melakukan penahanan, kata Agung, bukan berarti ada pengunduran dalam proses penegakan hukum.
"Ada pertimbangan, sebenarnya siapa yang paling berperan. Dan kita tidak ingin memenuhi penjara. Penahanan yang kita lakukan juga harus memberikan manfaat," jelas Agung.
"Menahan itu satu pilihan buat kami, tapi kalau kami punya bukti kami wajib membawa ke pengadilan," imbuhnya.
Orang Tua Perlu Diberi Kepastian Soal Vaksin Palsu
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Saleh menilai pemerintah juga harus memberi kepastian bagi para orangtua terkait vaksin palsu. Kepastian itu diperlukan untuk menjaga psikis ortu tetap baik.
"Apa yang saya saksikan, orangtua yang anaknya divaksin dalam rentan waktu kasus ini, menjadi sangat labil emosinya. Bahkan gebrak-gebrak meja di kantor saya saat itu," kata Niam di kesempatan yang sama.
Dialog itu juga dihadiri Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Boy Rafli, Dir Tipideksus Polri Brigjen Pol Agung Setya, Dir Pengawasan Distribusi PT dan PKRT Badan POM RI Arustiyono.
"Pertama langkah cepat untuk memastikan kondisi anak yang divaksin itu. Vaksin ulang pasti dilakukan dan itu sudah menjadi kebijakan bahkan Presiden sendiri sudah deal di Ciracas. Kemudian pemastikan dampak cairan yang dimasukkan kedalam tubuh. Jaminan itu harus muncul dari otoritas," sambungnya.
Permintaan itu disambut Dir Pengawasan Distribusi dan PKRT Badan POM Arustiyono. Dia memastikan akan segera memberikan edukasi terkait vaksin palsu itu.
"Badan POM akan memberikan edukasi pada masyarakat, bahwa produk vaksin dalam negeri itu sudah diekspor. Kalau sudah diekspor berarti badan pom-nya nya sudah diakui. Kepercayaan bahwa vaksin mahal itu lebih baik, itu perlu dirubah," kata Arustiyono.
"Bersama-sama edukasi masyarakat agar jangan tertitupu dengan iklan-iklan yang tidak ilmiah. Vaksin di Indonesia sudah baik, murah, gratis lagi. Kita punya vaksin wajib yang kualitas dan keamanannya sudah diakui internasional," imbuhnya.
Dir Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya kemudian menanggapi hal itu dengan candaan.
"Sebelum kita tanggapi psikologi orangtua dan anak, tanya juga dong psikologis saya yang menangani vaksin. psikologinya juga terganggu saya. Jam tidur berkurang. Tengah malam sudah ditanya perkembangannya gimana, pagi-pagi juga belum bangun, WA isinya udah itu semuanya," canda Agung.
Agung sendiri menyebut vaksin palsu sebagai satu bentuk kejahatan yang terorganisir.
"Ya sebagai satu kejahatan yang terorganisir ini semua syarat-syaratnya sudah memenuhi. Beda-beda. Ada peran pembuat, penyediaan bahan baku, pendistributor. Bagaimana dia bisa masuk ke rumahsakit. Pembagian peran sudah ada, itu ciri kejahatan terorganisir," urai Agung. (rvk/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini