Menurut pria yang akrab disapa Fadhil ini, hanya sedikit penumpang yang mengeluh. Presentasinya tidak banyak.
"Sudah sering kita dengar keluhan tentang itu. Filosofinya begini, menurut saya ini kan teman-teman bukan tidak mewakili ya, tapi persentasenya kecil penumpang yang mengeluh," tegas Fadhil di Cawang, Jakarta, Kamis (11/8/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di saat penumpang kami betul-betul sudah banyak. Saya kasih ilustrasi begini, setiap tahun di stasiun yang bertambah itu apa? Kan 2 yang tambah, perjalanan kereta dan penumpang. Peron nggak bertambah luas dan panjang. Nah ini yang kami manage, ini yang kami antisipasi," terang dia.
Fadhil juga menyampaikan, dari Depok perjalanan setiap lima menit sekali. Dan itu mewakili 70 persen penumpang. Di mana dari 12 rangkaian gerbong mengangkut 2.500-3.000 penumpang.
"Kalau dia turun di stasiun sepertiganya aja itu 1000 orang, kalau tiap 5 menit turun 1000 orang, peron itu bisa kaya apa kalo masih ada duduk-duduk. Orang duduk-duduk kan kakinya bisa kemana-mana. Belum lagi ada barang. Nah itu menghambat flow, kalo bicara menghambat flow ini bicara keselamatan bisa desak-desakan, nanti ada orang jatuh di peron terus kereta lewat kan lebih bahaya lagi," jelas dia.
"Nah kita menyederhanakan dengan menggeser kursi, kita melakukan riset sebetulnya apa yang paling pantas kursi itu? Ya sandar. Karena pemahaman kami, dengan melihat juga di luar, orang itu tidak duduk di peron, untuk commuter. Bahkan di Jepang itu nggak ada di peron itu kursi. Lalu ada lagi nih nanti yang nanya, di Jepang kan kereta tepat waktu, loh iya saya juga tau. Nah sekarang saya tanya ini mau saling tunggu apa kami siapkan saat ini? Apa mau tunggu 4 tahun lagi baru saya beresin kursi itu? Supaya keretanya tepat dulu setelah Stasiun Manggarai selesai jadi keretanya bisa tepat lalu saya beresin kursinya. Padahal sebelum Stasiun Manggarai jadi penumpang naik terus volumenya, jadi mana yang saya tunggu? Saya nggak mau nunggu. Jadi mending saya beresin kursinya dulu," tegas dia.
(dra/dra)