Mendikbud menegaskan ide full day school ini semata-mata untuk merespons perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyiapkan generasi muda Indonesia yang lebih bagus dan punya daya saing tinggi. Menurut dia, full day school tidak menambah jam pelajaran melainkan memperbanyak kegiatan ko-kurikuler seperti kesenian dan keterampilan.
Ia tidak sedikit pun berniat menimbulkan polemik di masyarakat atas adanya wacana ini. Dia dan jajarannya akan betul-betul mengkaji ide full day school tersebut. Pakar-pakar akan diundang untuk dimintai pendapat. Namun, ide tersebut tak akan diterapkan jika nantinya ditemukan banyak kelemahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut suara para kepala daerah:
1. Ahok: Full Day School Harus Dikaji
|
Foto: Rengga Sancaya/detikcom
|
"Ini baru dilempar (wacananya) begitu, mesti dikaji dulu," kata Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (9/8/2016).
Ahok menyadari kondisi sekolah satu dan lainnya berbeda-beda. "Sebetulnya sih enggak masalah, cuma kesulitannya adalah sekolah-sekolah yang satu (gedung) dipakai dua, misalnya," kata Ahok.
Untuk konteks penerapan full day school, perlu dikaji pula kesiapan penunjang pembelajaran hingga asupan makanan untuk siswa. "Kalau kamu sampai begitu panjang (jam belajarnya), itu anak mesti dikasih makan enggak? Kalau yang enggak punya duit bagaimana? Kasihan kan? Nah kalau bisa, siapkan makanan," tutur Ahok.
Kemampuan guru dalam menyajikan pembelajaran seharian penuh juga perlu dijamin supaya siswa tak bosan. "Saya mengerti, pikiran Menteri ini baik. Dia pengin waktunya diperpanjang bukan untuk pelajaran, tapi untuk budi pekerti," kata Ahok.
2. Risma Serahkan ke Wali Murid dan Sekolah
|
Foto: Budi Sugiharto
|
"Kami serahkan kepada orangtua wali murid dan pihak sekolah, di mana dalam hal ini diwakili oleh kepala sekolah. Apakah mereka mau dan bisa menerapkan sistem full day school. Karena, di Surabaya sebenarnya sudah ada sekolah yang menerapkan hal itu dan juga ada yang tidak menggunakannya," kata Risma, Selasa (9/8/2016).
Sebab, Risma menilai bila sistem full day school diterapkan, maka akan ada penambahan biaya berupa pemberian makan untuk anak.
"Bila kami paksa sekolah menerapkan full day school, nantinya pasti ada yang keberatan. Biar kepala sekolah yang mempertimbangkan apakah menerapkannya atau tidak. Belum lagi kalau menerapkan itu, sekolah harus memberikan makan bagi siswa yang sekolahnya menerapkan full day school, bila dibebankan kepada wali murid takutnya mereka tidak mampu. Saya harus pikirkan semuanya," jelas Risma.
Ia mencontohkan, saat ini biaya makan untuk satu sekolah SMK telah mencapai ratusan juta. Oleh sebab itu, Risma menilai bila uang makan dibebankan kepada orangtua jika menerapkan full day school, akan sangat dikhawatirkan. Oleh sebab itu, penerapan ini harus digodok di setiap sekolah masing-masing. "Kalau dipaksakan menerapkan full day school, maka akan lebih besar lagi biayanya," ungkap Risma.
Risma juga menyoroti penggunaan ruang kelas dan sekolah yang dipakai untuk keseharian penuh beraktifitas yang dipakai belajar, kesiapan dana dan kesiapan guru. Terlebih untuk guru, Risma mengingatkan bila guru SD biasanya merupakan guru wali kelas. Bila seharian penuh mengajar tanpa digantikan guru lainnya hal tersebut tidak mungkin. "Kasihan gurunya bila mengajarkan setiap hari dari pagi hingga sore," pungkas Risma.
3. Bupati Dedi: Cocok di Perkotaan, Bukan Desa
|
Foto: Tri Ispranoto/detikcom
|
"Tapi itu pun harus didukung dengan suasa kelas yang nyaman, taman-taman yang luas, kemudian banyak kegiatan ekstrakulikuler yang mengasyikkan. Tidak hanya pramuka, paskibra, tapi bisa perkebunan dan peternakan. Sehingga sekolah bisa menjadi tempat bermain mereka," jelas Dedi saat berbincang dengan detikcom, Selasa (9/8/2016).
Namun hal itu akan sangat berbeda dengan anak-anak yang masih dalam ruang lingkup pedesaan, seperti di Kabupaten Purwakarta. Di tempat seperti itu, anak-anak harus lebih didorong pada sektor produktif dan diberikan arahan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan publik.
Sebagai contoh, anak-anak di pedesaan sudah seharusnya tidak terlalu banyak menerima kurikulum berbasis akademis. Namun mereka harus lebih banyak turun ke lapangan dengan menekuni bidang peternakan, perikanan, kelautan, atau pun bidang real lainnya sesuai dengan daerah tempat mereka tinggal.
Sebagai solusi pendidikan di daerah, lanjut Dedi, seharusnya kewenangan diberikan pada kepala sekolah atau pihak-pihak yang mengerti mengenai lingkungan sekitar. Dedi meminta pemerintah seharusnya sudah mulai membuat kebijakan yang diatur dalam sebuah sistem sehingga meski pun ada pergantian pemimpin, sistem tidak berubah dan tidak membuat masyarakat kebingungan.
4. Bupati Anas: Kurang Pas di Desa
|
Foto: Putri Akmal/detikcom
|
"Prinsipnya kami patuh dengan kebijakan pemerintah pusat. Namun, alangkah elok jika kebijakan tersebut juga memperhatikan keberagaman wilayah, tantangan-tantangan yang ada di daerah, karakteristik daerah," ujar Anas ketika ditemui di kantor Pemkab Banyuwangi, Selasa (9/8/2016).
Seperti diketahui, Mendikbud Muhadjir Effendy melontarkan gagasan untuk menerapkan full day school untuk menekan angka kekerasan terhadap anak di luar sekolah. Full day school dalam gagasan tersebut dikombinasikan dengan berbagai aktivitas luar kelas seusai jam pembelajaran.
Namun menurut Anas, full day school juga belum tentu cocok diterapkan di daerah yang jauh dari pusat pertumbuhan utama, seperti Banyuwangi. Penerapan full day school di ibu kota dan kota-kota besar lainnya pasti akan berdampak lain jika diterapkan di daerah pelosok. Lantaran tak sedikit anak-anak di daerah ketika usai sekolah mereka menerima pengalaman diluar jam sekolah.
"Saya bukannya menolak berlebihan. Tapi rasanya full day school kurang pas diterapkan. Baik dalam konteks filosofi pendidikan di mana tumbuh-kembang anak butuh interaksi banyak dengan orang tuanya, maupun dalam konteks kedaerahan yang macam-macam modelnya," imbuh Anas.
Oleh karena itu, Anas berharap kebijakan full day school perlu dikaji lebih mendalam bila diterapkan secara menyeluruh. Banyak aspek harus dipertimbangkan. Selain itu Banyuwangi kini juga sudah menerapkan Banyuwangi Children Center yang bisa menekan angka kekerasan terhadap anak-anak.
"Kurang pas jika kemudian pengalaman orang kota dibawa ke orang daerah atau katakanlah orang yang tinggal di desa. Perlu banyak hal yang dikaji ulang," pungkasnya.
5. Wagub Dedi Mizwar: Pertimbangkan Kultur Daerah
|
Foto: Dok Pemprov Jabar
|
"Sekolah di Jabar memiliki kultur berbeda dengan daerah lain. Tinggal dibahas saja, barangkali ada benarnya. Dikaji oleh yang ahli (pendidikan) karena saya kan bukan ahlinya, tapi pasti ada maksud baiknya itu. Kaji dari berbagai perspektif," ucap Deddy di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (9/8/2016).
Kultur yang dimaksud Deddy ialah sekolah yang berada di Jabar memiliki kebijakan pemakaian ruangan kelas di pagi hari untuk pelajaran agama dan siang hingga sore harinya dipakai untuk kelas reguler.
"Pagi itu diniah, kelas-kelas dipakai buat belajar agama. Makanya dari SD sampai SMP tidak ada namanya sekolah sore. Jadi dipakai untuk belajar mengaji," kata Deddy.
Perlunya pembahasan lebih lanjut tentang wacana full day school, sambung dia, karena setiap daerah pasti memiliki kultur pendidikan berbeda. Sehingga hal itu menjadi bahan pertimbangan jika ingin menerapkan wacana tersebut ke seluruh pendidikan di Indonesia.
"Kultur ini yang perlu dipertimbangkan di setiap daerah kalau ingin diberlakukan secara nasional," ujar Deddy.
Halaman 2 dari 6











































