Gagasan full day school ini telah disampaikan Mendikbud kepada Wapres Jusuf Kalla (JK) pada Senin 8 Agustus 2016. Ia menjelaskan program ini bisa menerjemahkan lebih lanjut dari program nawacita Jokowi-JK yang dimana pendidikan dasar SD dan SMP itu pendidikan karakter lebih banyak dibanding knowledge basenya. Guru diberikan banyak waktu untuk mendidik dan menanamkan karakter nawacita kepada murid-muridnya.
Selain itu, Mendikbud berharap program ini dapat mencegah penyimpangan para pelajar usai pulang sekolah. Full day school ini akan dikombinasikan dengan kegiatan-kegiatan di luar kelas. Tujuannya agar para siswa tidak terbebani secara psikologis dengan mengikuti program belajar yang hanya di ruang kelas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wacana dari Mendikbud ini menuai respons beragam mulai dari Wapres JK, pengamat pendidikan, hingga pemerhati anak. Sebagian besar para tokoh pendidikan menyarankan agar program full day school harus dikaji secara matang dan diuji coba ke publik. Penerapan program ini juga membutuhkan tenaga pengajar yang berkualitas dan kreatif. Sarana dan prasarana sekolah pun harus mendukung. Dengan begitu, program ini akan menghasilkan anak didik yang cemerlang.
Berikut respons tokoh tentang full day school:
1. Tes Pasar
Foto: Muhammad Taufiqqurahman/detikcom
|
"Kita juga sedang mematangkan. Ini juga mohon persetujuan dari Pak Presiden sudah, pertama Beliau sudah sangat mengapresiasi bahkan memberikan contoh-contoh. Kemudian Pak Wapres sudah menyetujui kami tinggal menyusun lebih lanjut," kata Muhadjir di Kantor Wapres, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (8/8/2016).
Muhadjir mengatakan, program jam belajar sehari penuh ini akan dikombinasikan dengan kegiatan-kegiatan di luar kelas. Tujuannya agar para siswa tidak terbebani secara psikologis dengan mengikuti program belajar yang hanya di ruang kelas.
"Nanti kita ubah jadi betul-betul sehari penuh ada proses pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Jadi tidak sepenuhnya ada di dalam kelas. Karena secara psikologis kita tahu psikologis daya tahan anak tahannya hanya berapa jam tidak mungkin. Tapi di luar nanti mereka bisa bergembira belajar berbagai macam hal di situ kan. (Bagi) yang mau meningkatkan mengajinya ya panggil aja ustaz, kan tidak usah kita kursus ke luar. yang (belajar) bahasa Inggris juga begitu, kita panggil mentor bahasa Inggris jadi suasana akan lebih menggembirakan lah. Kita ingin menciptakan sekolah yang menggembirakan," tutur Muhadjir.
Menurut Muhadjir, program sekolah sehari penuh dimaksudkan untuk menguatkan program nawacita di bidang pendidikan. Para guru nantinya mengisi jam belajar dengan memberikan materi mengenai pendidikan karakter kebangsaan.
2. Kajian Matang
Ilustrasi Foto: Nur Khafifah/detikcom
|
"Ini baru gagasan dan wacana. Namun ide full day itu memerlukan kajian dan persiapan matang. Kalau sekolahnya tidak menyenangkan membuat anak bosan dan kurang berkembang," ujarnya.
Abduh menilai memang sebaiknya gagasan ini diuji-cobakan terlebih dahulu ke publik untuk melihat bagaimana respons masyarakat terhadap wacana tersebut. "Untuk memastikannya memang sebaiknya diujicobakan dulu," kata dia.
3. Guru Harus Kreatif
Foto: Ari Saputra
|
"Jangan terburu-buru tapi akhirnya enggak matang. Harus dilihat pula kesiapan sekolah untuk memberlakukan sekolah hingga pukul 5 sore. Sekolah hingga pukul 1 siang saja banyak anak yang stres apalagi akan ada PR dan sebagainya," ujar Kak Seto saat berbincang dengan detikcom, Senin (8/8/2016).
Kak Seto mengatakan seharusnya pemerintah memperhatikan bahwa dalam memberikan pendidikan bagi anak, tak melulu dengan pendidikan formal di sekolah. Pendidikan non-formal yang mengharuskan anak dekat dengan keluarga dan masyarakat di sekitarnya juga perlu diperhatikan.
"Mereka juga butuh untuk dekat dengan keluarga. Kan tidak semua orang tua bekerja, banyak anak yang stres karena tidak dibimbing keluarga. Jadi ini menjadi bahan pertimbangan, karena ini (wacana Full Day School) nanti akan menimbulkan protes dari masyarakat," jelasnya.
Dia mengingatkan, atmosfer sekolah yang baik juga akan mempengaruhi perkembangan siswa dalam menyerap pelajaran, tak peduli berapa jam mereka menghabiskan waktu di sekolah. Dan hal itu diimbangi dengan pendidikan yang diberikan lingkungan rumah mereka.
Kak Seto mengatakan, hal utama yang harus dibenahi dalam sistem pengajaran Indonesia adalah peningkatan kualitas guru. Menurutnya metode pengajaran 'zaman dulu' sudah tak cocok lagi diterapkan untuk mengajarkan para siswa, khususnya dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat.
"Memang sarana dan prasarana yang lengkap itu perlu, tapi bagi murid, guru kreatif akan menyenangkan siswa untuk menyerap pelajaran, sehingga anak tak hanya cemerlang dari segi akademik, namun juga etika dan karakter," jelas dia.
4. Ganggu Interaksi Anak
Foto: Ari Saputra
|
"Yang pertama kalau mengeluarkan kebijakan pendidikan apalagi yang bersifat nasional tidak bisa didasarkan pengalaman orang perorang. Pengambilan kebijakan nasional tidak boleh parsial. Tidak boleh hanya berdasar kepada pengalaman pribadi," kata Niam ketika berbincang dengan detikcom melalui telepon Senin malam (8/8/2016).
Niam menjelaskan antara siswa yang satu dengan yang lainnya tidak bisa disamaratakan. Menghabiskan waktu dengan durasi panjang di sekolah, sambung Niam, dapat mengganggu intensitas interaksi anak.
"Faktanya anak-anak butuh interaksi dengan teman sebaya di sekolah maupun di rumah. Intensitas pertemuan anak dan orang tua juga pasti akan berkurang, dan itu hal yang berpengaruh dalam proses tumbuh kembang anak," jelas Niam.
"Masing-masing keluarga itu memiliki kondisi yang berbeda, tidak bisa digeneralisasikan bahwa full day itu menyelesaikan masalah sepenuhnya. Tidak semua orang tua (siswa) itu bekerja. Artinya jangan dibayangkan kondisi seluruh orang tua di Indonesia hanya seperti yang dialami oleh Mendikbud. Kebijakan nasional harus didasarkan kepada kajian yang utuh," imbuhnya.
5. Tidak Ada Lagi PR
Foto: thinkstock
|
"Tentu perlu dipikirkan kesiapan dari sekolah sendiri. Termasuk komitmen guru dengan penambahan waktu di sekolah ini," kata Tjut ketika berbincang dengan detikcom, Senin (8/8/2016) malam.
Tjut mengatakan, penambahan durasi siswa berada di sekolah, praktis membuat sejumlah pengeluaran baru. "(Dana ekstra) untuk kegiatan yang sifatnya wajib di sekolah ini perlu benar-benar dipikirkan," papar Tjut. "Dengan wajib belajar untuk tingkat SD dan SMP ini, seyogyanya beban biaya ini ada pada pemerintah," imbuhnya.
Menurut Tjut, anak-anak seharusnya tidak lagi dibebani dengan banyak pekerjaan rumah (PR). "Agar waktu belajar benar-benar efektif di sekolah, dan waktu bersama keluarga juga efektif, pekerjaan rumah yang sifatnya latihan, seyogyanya sebagian besar sudah dilakukan di sekolah," papar Tjut.
Halaman 2 dari 6
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini