"(Tempat) Pedestrian itu ada yang masih ngawur dan ada yang setengah teratur. Kenapa? Karena di jalan-jalan besar seperti Sudirman-Thamrin ruang pejalan kakinya sudah tersedia dan sudah teratur. Tapi di ruas jalan lain masih ngawur di (tempat) pedestrian ada pedagang kaki lima, jadi lahan parkir, malah kalau ada pejalan kaki yang lewat lebih galak mereka," ucap Agus Pambagio dalam diskusi mengenai 'Kualitas Pedestrian' di kantor Ombudsman RI, Jl HR Rasuna Sahid, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (4/8/2016).
Pemotor yang nekat melewati pedestrian untuk mengindari macet di kawasan Senen. |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Peraturannya sudah ada seperti UU No 22 tahun 2009 tentang LLAJ, pasal 25 ayat 1. Tapi memang pelaksana kebijakan transportasi publik yang lemah, bahkan kesadaran masyarakat dalam Berlalu lintas juga lemah dalam memahami peraturan," jelas Agus.
Pedagang parsel di Trotoar Jl Cikini Raya |
Senada dengan hal itu, pengamat perkotaan Yayat Supriyatna menyebut untuk menciptakan kultur budaya berjalan kaki. Maka struktur fasilitas bagi masyarakat harus dipenuhi.
Diskusi di kantor Ombudsman |
Bagi Anda yang memiliki informasi mengenai kondisi trotoar di sudut-sudut Jakarta, dapat mengirimkan informasi dan foto melalui email ke redaksi@detik.com. Mohon sertakan nomor kontak untuk dapat kami hubungi.
(adf/fjp)












































Pemotor yang nekat melewati pedestrian untuk mengindari macet di kawasan Senen.
Pedagang parsel di Trotoar Jl Cikini Raya
Diskusi di kantor Ombudsman