Pengakuan Freddy bisa dilihat dari pembelaannya (pledoi). Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) yang didapat detikcom, Rabu (3/8/2016), pledoi Freddy disampaikan secara lisan.
"Yang pada pokoknya menyatakan menyesal atas perbuatannya," demikian pengakuan Freddy yang ditulis oleh panitera dalam putusan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Serta memulihkan nama baik, harkat serta martabatnya di hadapan masyarakat," pinta tim kuasa hukum.
Namun pledoi itu ditolak PN Jakbar dan Freddy dijatuhi hukuman mati. Hukuman mati dikuatkan di tingkat banding dan kasasi. Saat mengajukan PK, Freddy juga tidak menyebut ada keterlibatan pihak lain. Dalam putusan PK itu, Freddy meminta hukumannya diperingan karena Supriyadi hanya dihukum 7 tahun penjara. Padahal Supriyadi merupakan orang yang meloloskan kontainer di pelabuhan. Supriyadi merupakan anggota TNI yang bekerja di Koperasi Primkop Kalta Bais TNI.
Alasan lainnya yaitu Freddy merasa 1,4 juta pil ekstasi itu bukan miliknya tetapi milik Chandra Halim, rekan satu penjara yang dihukum seumur hidup. Menurut Freddy, dirinya tidak bisa dikenakan Pasal 114 ayat 2 UU Narkotika karena bareng itu belum sampai beredar.
Alasan PK itu juga ditolak majelis PK sehingga Freddy tetap harus dihukum mati. Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Syarifuddin dengan anggota hakim agung Andi Samsan Nganro dan hakim agung Salman Luthan. Tepat sepekan setelah vonis PK diketok, Freddy dieksekusi mati pada Jumat (29/7) dini hari. (asp/nrl)











































