"Saya dengar iya ada (laporannya). Iya (atas dugaan pencemaran nama baik dan UU ITE)," kata Direkrut Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigjen Agus Andrianto saat dihubungi detikcom, Rabu (3/8/2016).
Dilanjutkannya, laporan itu masuk ke Bareskrim pada Selasa (2/8) kemarin. Ada tiga institusi yang melaporkan Haris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ditanya apa langkah selanjutnya, Agus pun memberikan jawaban. "Saya masih di Sumut, saya belum baca laporannya," tutupnya.
Pelaporan nama Haris Azhar ke Bareskrim ini berawal setelah Haris mengaku mendapat pengakuan langsung dari terpidana mati Freddy Budiman. Haris menyatakan menerima penuturan Freddy Budiman di LP Nusakambangan, Jawa Tengah pada 2014 lalu. Penuturan Freddy tak direkam.
"Jadi kalau ditanya ada rekaman atau video, ya saat itu saya tidak bawa barang apa pun masuk ke dalam," kata Haris Azhar di Kantor KontraS, Jl Kramat II, Senen, Jakarta Pusat, Jumat (29/7/2016).
Apa yang disampaikan Freddy ke Haris sungguh mengejutkan. Haris menyebut, Freddy bercerita mengenai sepak terjangnya selaku gembong narkoba. Dan pengakuan Freddy, selama berkarier di dunia hitam, dia bekerja sama bahkan menyetor ke penegak hukum.
"Freddy benar bercerita ke saya mengenai itu," kata Haris saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (29/7/2016).
Saat itu Freddy memang ingin bertemu Haris, dia menuturkan kisahnya sebagai operator bandar narkoba. Bos besarnya ada di China.
Freddy yang dipidana mati atas kepemilikan 1,4 juta butir ekstasi, mengaku harga per butir ekstasi dari pabrik di China Rp 5 ribu. Kemudian dia bekerja sama dengan oknum-oknum mulai dari perizinan masuk barang sampai penegak hukum. Mereka kerap menitip harga mulai dari Rp 10 ribu sampai Rp 20 ribu per butir.
"Freddy mengaku dia bisa menjual Rp 200 ribu per butir, dan dia tak masalah ketika oknum Bea Cukai, oknum polisi, dan oknum BNN ikut menitip harga per butirnya," ujar Haris.
(idh/jor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini