Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengimbau para pengikut Santoso menyerah. Para keluarga kelompok teroris dijanjikan akan dilindungi jika mereka mau turun gunung.
Operasi Tinombala tidak akan segera dicabut, melainkan akan terus dilakukan hingga tangan kanan Santoso Ali Kalora dan Basri tertangkap. Jenderal Tito memberikan opsi lain jika mereka mau turun gunung, misalnya akan ada keringanan hukuman bagi anak buah Santoso.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pelariannya, satu persatu anak buah Santoso menyerah. Di antaranya Ibadurrahman alias Ibad alias Amru dan Muhammad Sonhaji alias Sul alias Ifan kabur lari dari kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Irfan Maulana alias Akil alias Papa Kembar lari dari hutan dan menyerahkan diri ke Satuan Tugas Operasi Tinombala gabungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI.
Anggota lainnya, Mukhtar alias Kahar tewas tertembak bersama Santoso dalam operasi. Sementara itu Mustafa Genc alias Musa'b, seorang pengikut Santoso yang berasal dari suku Uighur, China tewas dalam penyergapan satgas.
Belakangan istri Santoso, Jumiatun alias Umi Delima menyerahkan diri karena kelaparan dan kelelahan. Kondisi fisik Jumiatun sudah lemah dan tidak mampu lagi membawa senjata.
Setelah Santoso tamat, kepemimpinan jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) akan diteruskan oleh orang kepercayaan Santoso. Dua orang yang paling kuat adalah Basri dan Ali Kolara.
Sementara itu Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Rudy Sufahriadi mengeluarkan Surat Maklumat bernomor: MAK/3/VII/2016 tentang imbauan penyerahan diri pelaku terorisme pasca meninggalnya Santoso. Maklumat itu dikeluarkan tertanggal 22 Juni 2016.
![]() |












































